Perubahan Iklim Picu Risiko DBD dan Chikungunya Naik Lima Kali Lipat di 2060

Jakarta, sustainlifetoday.com – Krisis iklim berpotensi memicu lonjakan kasus penyakit menular tropis di luar wilayah asalnya. Penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Lancet Planetary Health memperingatkan bahwa penyebaran demam berdarah dan chikungunya bisa meningkat hingga lima kali lipat pada tahun 2060, terutama di kawasan Eropa yang sebelumnya tidak terdampak.
Studi tersebut menyoroti bahwa perubahan suhu global memperluas jangkauan spesies vektor utama pembawa virus demam berdarah dan chikungunya, yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus ke wilayah yang sebelumnya tidak mereka huni. Eropa menjadi salah satu kawasan yang kini mengalami peningkatan signifikan dalam kasus penyakit tropis ini.
“Semakin tinggi suhu, semakin besar risiko wabah penyakit yang ditularkan oleh nyamuk Aedes,” tulis para peneliti dalam laporan tersebut dikutip pada Rabu (21/5).
Jika tren pemanasan global terus berlanjut tanpa intervensi besar, kedua penyakit ini diproyeksikan menjadi endemik di beberapa negara Eropa, seperti Italia, Kroasia, Prancis, dan Spanyol.
Baca Juga:
- Kecam Kebijakan Pro-Israel, Ribuan Warga Belanda Turun ke Jalan Belanda
- Waduh! Ini Produk Kecantikan yang Berdampak ke Lingkungan
- Menilik Wacana Legalisasi Kasino, Apa Dampaknya bagi Sosial Ekonomi RI?
Pada 2024 yang tercatat sebagai tahun terpanas, jumlah kasus demam berdarah di Uni Eropa melampaui 300, melampaui total kasus dalam 15 tahun sebelumnya yang berjumlah 275.
Penelitian juga mencatat bahwa separuh populasi dunia kini berisiko tertular demam berdarah dan chikungunya, yang sebelumnya terbatas di wilayah tropis. Meski infeksinya jarang berakibat fatal, demam berdarah dan chikungunya tetap membawa risiko kesehatan serius dan beban pada sistem layanan kesehatan.
Fakta bahwa laporan-laporan wabah lebih banyak muncul dari negara-negara maju juga menunjukkan adanya kesenjangan dalam deteksi dan pelaporan kasus. Artinya, negara dengan sumber daya lebih sedikit mungkin mengalami lebih banyak kasus yang tidak terdeteksi atau tidak tercatat secara resmi.
Temuan ini menjadi peringatan serius akan dampak tak langsung krisis iklim terhadap kesehatan masyarakat global. Selain upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, penguatan sistem kesehatan, edukasi masyarakat, dan pengendalian vektor menjadi langkah penting untuk mencegah krisis kesehatan di masa depan.