PBB Bidang Pelayaran Resmi Tetapkan Denda Emisi Kapal

Jakarta, sustainlifetoday.com – Negara-negara anggota International Maritime Organization (IMO), badan khusus PBB di bidang pelayaran, menyepakati kebijakan baru berupa pengenaan denda emisi karbon untuk kapal. Kebijakan ini menjadi bagian dari upaya global menekan emisi karbon di sektor pelayaran.
Mulai 2030, setiap ton tambahan emisi karbon dioksida (CO₂) dari kapal akan dikenai denda sebesar 380 dolar AS per metrik ton. Untuk emisi yang melebihi batas ketat, akan dikenakan denda tambahan sebesar 100 dolar AS per ton. Sebagai kompensasi, IMO juga akan memberikan insentif bagi operator kapal yang menggunakan bahan bakar rendah emisi.
“Kesepakatan ini akan memberikan insentif pengurangan emisi, sekaligus mendorong pengembangan bahan bakar bersih,” kata Menteri Transportasi Inggris Heidi Alexander, seperti dikutip Reuters, Senin (14/4).
Meskipun Amerika Serikat menarik diri dari perundingan dan mengancam tindakan balasan terhadap kapal-kapalnya, mayoritas anggota IMO tetap mendukung kebijakan ini.
IMO menargetkan pemangkasan emisi pelayaran internasional sebesar 20 persen pada 2030 dan mencapai nol emisi pada 2050.
Baca Juga:
- DPR Dukung Kebijakan Gubernur Bali Larang Botol Plastik Sekali Pakai
- Program Ayam Gratis di Prancis Sukses, Solusi Unik Kurangi Sampah Organik
- Kunjungi China, Wakil Ketua MPR Pelajari Transformasi Energi Terbarukan
Rencana ini akan difinalisasi dalam pertemuan IMO pada Oktober 2025. Diperkirakan, sistem pungutan denda akan menghasilkan dana hingga 40 miliar dolar AS pada 2030. Sebagian besar dana tersebut akan digunakan untuk menurunkan harga bahan bakar rendah emisi.
IMO juga menetapkan target pengurangan intensitas emisi bahan bakar kapal sebesar 8 persen pada 2030 dibandingkan tingkat 2008. Batas emisi yang lebih ketat akan mewajibkan pengurangan hingga 21 persen. Pada 2035, target pengurangan meningkat menjadi 30 persen, dan 43 persen untuk standar ketat.
“satu-satunya jalan yang dapat diandalkan bagi sektor ini menuju nol emisi tanpa mengorbankan keanekaragaman hayati adalah melalui bahan bakar elektronik seperti hidrogen hijau,” ujar Kepala organisasi lingkungan Opportunity Green, Aoife O Leary.