Musim Kemarau Kini Dihantui Hujan Ekstrem, Ini Penyebabnya

Jakarta, sustainlifetoday.com – Alih-alih panas dan kering, sebagian besar wilayah Indonesia masih diguyur hujan deras, petir, hingga angin kencang di penghujung Mei 2025. Fenomena ini memicu kekhawatiran akan dampak iklim ekstrem yang makin sulit diprediksi dan menjadi pengingat pentingnya kesadaran lingkungan di tengah perubahan iklim global.
Biasanya, April hingga September menandai musim kemarau di Indonesia. Namun, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat bahwa sebagian besar wilayah masih menunjukkan pola peralihan musim dengan cuaca yang dinamis dan berubah cepat. Pagi hari cenderung cerah, namun hujan deras mengguyur pada sore hingga malam.
“Meskipun sebagian wilayah telah memasuki musim kemarau, curah hujan masih signifikan, terutama di sore hari. Suhu siang yang menyengat turut diperparah oleh kelembaban tinggi,” ungkap BMKG dalam Prospek Cuaca Mingguan periode 20–26 Mei 2025.
BMKG menjelaskan, kondisi atmosfer saat ini tergolong labil akibat interaksi antara suhu permukaan laut yang menghangat, tekanan udara rendah, dan kelembaban tinggi. Kombinasi ini menghasilkan awan konvektif seperti Cumulonimbus yang jadi pemicu utama hujan ekstrem, petir, angin kencang, bahkan hujan es.
Baca Juga:
- China, Jepang, Korsel Berebut Pengaruh Energi Bersih di ASEAN
- DPR Dukung Implementasi Biodiesel B50 di Tahun 2026
- Julian Assange Kenakan Kaos Bertuliskan 4.986 Nama Anak Korban Serangan Gaza
Dalam sepekan terakhir, bencana hidrometeorologi akibat hujan ekstrem telah terjadi di lebih dari 25 provinsi, termasuk Aceh, DKI Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Timur, hingga Maluku Utara. Situasi ini diperparah oleh keberadaan sistem atmosfer skala besar seperti Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin, dan Rossby Ekuatorial, yang memperkuat pertumbuhan awan hujan di wilayah barat dan tengah Indonesia.
Dampak Luas dan Peringatan Dini
BMKG merilis peringatan siaga dan awas untuk beberapa wilayah. Pada 20–22 Mei 2025, daerah seperti Banten, Jawa Tengah, dan Kalimantan Timur masuk kategori siaga hujan lebat, sementara Jawa Timur tercatat dalam kategori awas hujan ekstrem. Di Maluku dan NTT, angin kencang jadi perhatian utama.
Selanjutnya, pada 23–26 Mei 2025, meski cuaca umumnya cerah berawan, intensitas hujan sedang diperkirakan akan meningkat di wilayah-wilayah seperti Yogyakarta, Bali, NTB, NTT, serta beberapa wilayah di Papua dan Sulawesi.
BMKG mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan. Dampak ekologis dari hujan ekstrem seperti tanah longsor, banjir bandang, dan kerusakan pertanian tidak bisa diabaikan. Perubahan pola musim yang makin tak menentu ini juga menjadi refleksi dari dampak nyata perubahan iklim yang sudah di depan mata.