Pandangan Berbagai Agama Tentang Kewajiban Menjaga Lingkungan

Jakarta, sustainlifetoday.com – Alam merupakan anugerah Tuhan yang diberikan kepada manusia untuk dimanfaatkan dengan bijak dan dilestarikan. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, eksploitasi sumber daya alam yang tidak bertanggung jawab telah menyebabkan berbagai krisis lingkungan, mulai dari perubahan iklim hingga bencana ekologi yang semakin sering terjadi.
Di tengah kondisi ini, peran agama menjadi sangat penting dalam membangun kesadaran moral dan etika untuk menjaga keseimbangan alam. Indonesia, dengan keberagaman agama yang dianut masyarakatnya, memiliki nilai-nilai spiritual yang menekankan bahwa menjaga lingkungan bukan hanya tanggung jawab sosial, tetapi juga kewajiban religius.
Berbagai kitab suci dan ajaran dari agama-agama yang diakui di Indonesia mengajarkan pentingnya keseimbangan ekosistem serta tanggung jawab manusia sebagai pengelola bumi.
Islam
Dalam Islam, manusia diberi amanah sebagai khalifah fil ardhi (pemimpin di bumi) yang bertanggung jawab untuk menjaga keseimbangan alam. Al-Qur’an secara tegas menyebutkan bahwa kerusakan di bumi terjadi akibat ulah manusia. Dalam Surah Ar-Rum ayat 41, Allah SWT berfirman:
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41)
Ajaran Islam menekankan keseimbangan (mizan) dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam memperlakukan lingkungan. Nabi Muhammad SAW juga memberikan teladan dalam menjaga lingkungan, seperti melarang pemborosan air (HR. Muslim) dan mendorong penghijauan dengan hadis: “
Jika kiamat datang, sementara di tangan seseorang ada benih kurma, maka tanamlah.” (HR. Ahmad).
Prinsip Islam dalam menjaga lingkungan meliputi larangan eksploitasi berlebihan, anjuran untuk menanam pohon, dan kewajiban mengelola sumber daya dengan bijak.
Kristen
Dalam tradisi Kristen, manusia ditempatkan sebagai penatalayan (steward) dari ciptaan Tuhan. Kitab Kejadian 2:15 menegaskan tanggung jawab ini:
“TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.” (Kejadian 2:15)
Ayat ini menegaskan bahwa manusia tidak hanya diberi hak untuk mengelola alam, tetapi juga berkewajiban untuk merawatnya. Ajaran Kristen mendorong umatnya untuk hidup selaras dengan alam, menghindari keserakahan, dan menjaga keseimbangan ekosistem. Ensiklik Laudato Si’ yang dikeluarkan oleh Paus Fransiskus juga menekankan perlunya kesadaran ekologis dan tindakan nyata dalam melawan perusakan lingkungan.
Baca Juga:
- Sampah Makanan Selalu Melonjak saat Ramadhan, Bagaimana Mengatasinya?
- Ingin Puasa Penuh Makna? Green Ramadhan Solusinya
- Meneladani Nilai dan Makna Keberlanjutan di Malam Nisfu Syaban, Ini Caranya!
Hindu
Dalam agama Hindu, konsep Tri Hita Karana mengajarkan bahwa kebahagiaan hidup diperoleh dari tiga hubungan yang harmonis: hubungan dengan Tuhan (Parahyangan), hubungan dengan sesama manusia (Pawongan), dan hubungan dengan alam (Palemahan). Kitab suci Weda juga mengajarkan pentingnya menjaga alam, salah satunya dalam Atharvaveda 12.1.12:
“Bumi adalah ibu kita, dan kita adalah anak-anaknya. Marilah kita memperlakukannya dengan penuh kasih sayang dan hormat.”
Ajaran ini menekankan bahwa manusia tidak boleh merusak keseimbangan lingkungan, karena alam adalah bagian dari kehidupan spiritual. Di Bali, konsep ini diterapkan dalam praktik menjaga hutan dan sumber air suci sebagai bagian dari ibadah.
Buddha
Dalam ajaran Buddha, prinsip Ahimsa (tanpa kekerasan) mengajarkan bahwa semua makhluk hidup memiliki nilai dan harus dihormati. Dalam Dhammapada 129 disebutkan:
“Semua makhluk takut akan hukuman, semua makhluk takut akan kematian. Oleh karena itu, janganlah membunuh atau menyakiti makhluk lain.” (Dhammapada 129)
Ajaran ini menegaskan bahwa menjaga kelestarian lingkungan adalah bagian dari praktik spiritual. Dalam Vinaya Pitaka, umat Buddha juga diajarkan untuk tidak mencemari air, menebang pohon secara sembarangan, atau merusak ekosistem. Kesederhanaan dan hidup selaras dengan alam menjadi bagian penting dari ajaran Buddha dalam menjaga keseimbangan lingkungan.
Konghucu
Dalam ajaran Konghucu, hubungan harmonis antara manusia dan alam sangat ditekankan. Konsep Tian Ren He Yi (kesatuan antara manusia dan alam) mengajarkan bahwa manusia harus hidup selaras dengan lingkungan. Dalam Kitab Mengzi 6B:15, diajarkan:
“Jika manusia memperlakukan alam dengan baik, maka alam akan memberikan kehidupan yang berlimpah. Namun, jika manusia merusaknya, maka kehancuran akan datang.”
Ajaran Konghucu menekankan etika lingkungan yang berbasis kebajikan (Ren) dan keseimbangan alam. Oleh karena itu, eksploitasi alam yang berlebihan dianggap sebagai tindakan yang bertentangan dengan prinsip moralitas.
Dengan memahami dan menerapkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak hanya melestarikan lingkungan, tetapi juga menjalankan perintah Tuhan untuk menjaga bumi sebagai rumah bersama. Hanya dengan kesadaran kolektif dan tindakan nyata, kita dapat mewujudkan dunia yang lebih lestari bagi generasi masa depan.
Baca Juga: