Tren ‘Kabur Aja Dulu’ Menggema, Apa Maknanya?

Jakarta, sustainlifetoday.com – Media sosial kembali diramaikan oleh tren baru, kali ini dengan tagar #KaburAjaDulu yang viral di platform X. Hingga Kamis, 13 Februari 2025, unggahan dengan tagar ini telah mencapai lebih dari 24 ribu kali, mencerminkan kekecewaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah.
Ketika mencari kata kunci ‘Kabur Aja Dulu’ di kolom pencarian X, berbagai keluhan warga Indonesia terkait sejumlah kebijakan terbaru bermunculan. Isu yang paling banyak disoroti meliputi pemutusan hubungan kerja (PHK) di TVRI dan RRI, prediksi kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) oleh Kementerian Pendidikan, efisiensi anggaran, hingga pemblokiran anggaran untuk Ibu Kota Nusantara (IKN), yang dianggap menandakan ketidaklancaran proyek ibu kota baru.
Selain keluhan terhadap kebijakan, tagar ini juga dipenuhi dengan ajakan untuk meninggalkan Indonesia demi mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri. Sejumlah warganet mengekspresikan kekecewaan mereka terhadap kondisi dalam negeri.
“Yuk #KaburAjaDulu aja guys, talenta lu di sini ga diapresiasi dan dihargai. Ga akan diliat lu, nepotisme di sini udah mendarah daging. ‘Nasionalisme’ di sini belakangan jadi kerangkeng aja.” tulis Akun @raffimulyaa.
Sementara itu, akun @barengwarga berkomentar, “Memahami #KaburAjaDulu itu soal mencari kehidupan yang lebih baik karena di negara ini apa-apa sulit, kepastian hukum gak jelas, pemerintah ga becus, ekonomi buruk, diperes pajak gede gak dapet apa-apa.”
Baca Juga:
- Ketua IAAI: Pelestarian Cagar Budaya Berkelanjutan Butuh Keterlibatan Banyak Pihak
- Resmi! Ini Jadwal Cuti Bersama Lebaran 2025
- Webinar Internasional Bahas Pentingnya QHSE dalam Produktivitas Konstruksi
Tagar ini semakin meluas setelah muncul kisah seorang kepala desa yang memilih meninggalkan jabatannya demi kembali bekerja di luar negeri. Dodi Romdani, Kepala Desa Sukamulya, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Ciamis, mengundurkan diri pada tahun 2024 dan kembali ke Jepang sebagai pekerja migran Indonesia.
Dodi sebelumnya telah bekerja di Jepang sebelum akhirnya menjabat sebagai kepala desa selama hampir enam tahun. Sesuai perpanjangan masa jabatan yang baru, kepala desa seharusnya menjabat selama delapan tahun. Namun, Dodi memilih untuk kembali merantau sebelum masa jabatannya selesai.
Lebih lanjut, fenomena ini pada dasarnya menjadi cerminan atas ketidakpuasan masyarakat terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan pemerintahan di Tanah Air.