Upah Tak Dibayar hingga Terhentinya Operasional Lembaga, Ini Dampak Efisiensi Anggaran

Jakarta, sustainlifetoday.com – Efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah berdampak signifikan terhadap berbagai sektor, mulai dari proyek infrastruktur hingga operasional lembaga negara. Sejumlah instansi mengeluhkan keterbatasan anggaran yang menyebabkan berbagai program dan kebijakan terganggu.
Baca Juga:
- Ketua IAAI: Pelestarian Cagar Budaya Berkelanjutan Butuh Keterlibatan Banyak Pihak
- Resmi! Ini Jadwal Cuti Bersama Lebaran 2025
- Webinar Internasional Bahas Pentingnya QHSE dalam Produktivitas Konstruksi
Pemangkasan Anggaran Kementerian PU Berdampak pada Infrastruktur
Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo menuturkan bahwa efisiensi anggaran membuat Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen PU) hanya memiliki dana Rp 29,57 triliun dari alokasi Rp 110,95 triliun.
“Pemangkasan anggaran ini berdampak pada kinerja Kemen PU, seperti pembatalan kegiatan fisik dan pembelian alat baru, serta pengurangan dana tanggap darurat,” ujarnya, dikutip dari Kontan (13/2).
Bahkan, proyek pembangunan jalan tol sepanjang 7,36 km dan perbaikan rutin jalan nasional sepanjang 47.603 km berpotensi batal.
Gaji dan Upah di MK Hanya Dibayar Sampai Mei 2025
Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi (MK) Heru Setiawan mengungkapkan bahwa anggaran MK dipangkas menjadi Rp 385,3 miliar dari Rp 611,47 miliar. “Efisiensi anggaran MK membuat pembayaran gaji dan tunjangan sebesar Rp 45,097 miliar hanya mampu dibayar sampai Mei 2025,” ujarnya, dikutip dari laman MKRI. Tak hanya itu, pemotongan anggaran juga berdampak pada penanganan perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHPU Kada), yang tidak dapat dibayarkan karena ketiadaan anggaran.
Seleksi Calon Hakim Agung Terhenti
Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata menuturkan bahwa efisiensi anggaran menyebabkan seleksi calon hakim agung dan hakim ad hoc Mahkamah Agung (MA) terganggu. “Anggaran KY yang dipangkas sekitar 54,35 persen ternyata tidak cukup untuk operasional harian kantor,” jelasnya, dilansir dari laman KY, Senin (10/2).
Baca Juga:
- Ketua IAAI: Pelestarian Cagar Budaya Berkelanjutan Butuh Keterlibatan Banyak Pihak
- Resmi! Ini Jadwal Cuti Bersama Lebaran 2025
- Webinar Internasional Bahas Pentingnya QHSE dalam Produktivitas Konstruksi
Anggaran Riset dan Pengawasan Lembaga Menipis
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdikti Saintek) juga terkena dampak pemotongan anggaran. Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan Kemdikti Saintek, Fauzan Adziman, mengungkapkan bahwa dana riset dalam APBN sudah kecil. “Kami masih berupaya agar tidak lebih kecil lagi,” ujarnya.
Selain itu, Ombudsman dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga mengalami dampak besar dari pemangkasan anggaran. Ketua Ombudsman Mokhammad Najih menyatakan, “Kondisi ini membuat Ombudsman tidak bisa bekerja karena anggaran hanya cukup untuk menggaji karyawan, bukan menjalankan kegiatan substansial,” terangnya.
Komisioner KPAI Sylvana Maria A juga menambahkan bahwa lembaganya kini tidak memiliki anggaran sepeser pun untuk melakukan pengawasan.
Perlindungan Saksi dan Korban Terancam Menurun
Pemotongan anggaran juga berdampak pada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Wakil Ketua LPSK Susilaningtyas menyebutkan bahwa anggaran lembaganya dipangkas 62 persen menjadi Rp 85 miliar dari Rp 229 miliar. “Dengan anggaran segitu, kualitas perlindungan yang diberikan kepada saksi dan korban tentu berkurang,” katanya. Dana yang ada berpotensi hanya bertahan hingga April atau Mei 2025.
Lebih lanjut, dampak dari efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah menimbulkan kekhawatiran di berbagai sektor. Sejumlah pihak meminta pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan ini agar layanan publik tidak terganggu secara signifikan.