Misteri Pagar Laut 30 Km di Tangerang, Apa Dampaknya untuk Lingkungan?

JAKARTA, sustainlifetoday.com – Di perairan Kabupaten Tangerang, sebuah fenomena tak biasa muncul dalam bentuk pagar laut sepanjang 30,16 kilometer. Pagar ini membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji, berdiri kokoh dengan bahan utama bambu yang disusun berlapis-lapis setinggi enam meter.
Tak hanya itu, struktur tersebut diperkuat dengan paranet dan karung pasir sebagai pemberat, membentuk sebuah labirin yang sulit ditembus oleh nelayan setempat.
Bagi nelayan, pagar ini adalah sebuah gangguan besar. Jalur perahu yang biasanya bebas dilalui kini terhalang, memaksa mereka menempuh rute lebih jauh untuk mencapai area tangkapan.
Akibatnya, waktu melaut berkurang, dan hasil tangkapan menurun drastis. Ribuan nelayan kecil yang menggantungkan hidup pada laut kini menghadapi ancaman nyata terhadap mata pencaharian mereka.
Ancaman Bagi Lingkungan
Namun, dampak pagar laut ini tidak hanya menyentuh aspek sosial dan ekonomi, tetapi juga menyasar keberlanjutan lingkungan. Material bambu yang digunakan memang dikenal ramah lingkungan karena sifatnya yang mudah terurai. Tetapi dalam jumlah besar seperti ini, dampaknya terhadap ekosistem tidak bisa diabaikan begitu saja. Bambu yang direndam dalam air laut dalam waktu lama akan membusuk, melepaskan partikel organik yang dapat mencemari air dan mengubah komposisi kimiawi perairan.
Selain itu, pagar yang membentuk area tertutup mengganggu pergerakan alami ikan dan organisme laut lainnya. Pola migrasi ikan yang berubah akibat struktur ini dapat memengaruhi keseimbangan ekosistem. Air laut di dalam pagar juga berisiko mengalami penurunan kualitas akibat sirkulasi yang terbatas. Hal ini dapat berdampak buruk pada habitat bawah laut, terutama bagi spesies yang sensitif terhadap perubahan lingkungan.
Keberlanjutan ekosistem laut menjadi taruhan besar dalam kasus ini. Jika masalah ini dibiarkan berlarut-larut, kerusakan lingkungan akan semakin meluas. Nelayan kecil mungkin dipaksa untuk mengeksploitasi wilayah lain demi memenuhi kebutuhan hidup mereka, yang pada akhirnya dapat memicu overfishing dan memperburuk kondisi laut di wilayah lain.
Baca Juga:
- Konversi Hutan untuk Bioetanol, Efektif atau Berisiko?
- Deforestasi sampai Ilegal Fishing, Ini Rentetan Masalah Lingkungan di RI
- Catat, Ini Dia Definisi dan Manfaat dari Investasi Berdampak
Keberadaan pagar ini juga mengungkapkan celah besar dalam pengelolaan wilayah laut di Indonesia. Siapa yang memasang pagar sepanjang ini, dan apa motifnya, masih menjadi misteri. Warga setempat hanya tahu bahwa mereka diminta bekerja memasang pagar dengan imbalan Rp 100.000 per malam. Identitas pemberi instruksi belum terungkap, dan Dinas Kelautan dan Perikanan Banten memastikan bahwa pagar ini tidak memiliki izin resmi.
Di tengah situasi ini, solusi berkelanjutan harus segera diterapkan. Pemerintah perlu bertindak tegas dengan membongkar pagar ini dan memastikan materialnya tidak menjadi limbah yang mencemari lingkungan. Bambu yang masih dalam kondisi baik dapat didaur ulang untuk keperluan lain, seperti pembangunan fasilitas lokal atau upaya konservasi.
Namun, solusi tidak cukup hanya sampai di situ. Pemulihan ekosistem laut harus menjadi prioritas utama. Restorasi habitat bawah laut perlu dilakukan untuk memastikan keseimbangan ekosistem kembali pulih. Selain itu, pemerintah harus memperketat regulasi dan pengawasan terhadap ruang laut, sehingga kasus serupa tidak terulang di masa depan.
Pemerintah Masih Mencari Dalangnya
Pemerintah hingga saat ini masih mendalami siapa dalang di balik pemasangan pagar misterius yang membentang sepanjang 30,16 kilometer di laut wilayah Kabupaten Tangerang, Banten.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Pung Nugroho Saksono, yang akrab disapa Ipunk, menjelaskan bahwa penyelidikan mendalam sedang dilakukan untuk mengungkap siapa pihak di balik pembangunan pagar itu.
“Kami belum tahu, kami belum tahu. Jadi yang tentunya, yang punya niat itu yang tahu. Selama kami belum menemukan penanggung jawabnya, kita belum tahu,” ujar Ipunk dalam keterangan resminya, Kamis (9/1).
Ipunk menegaskan bahwa KKP hadir untuk menjawab keresahan masyarakat atas keberadaan pagar yang menjadi viral di media sosial.
“Yang pasti, kami menjawab apa yang menjadi keresahan masyarakat, apa yang saat ini viral. KKP menjawab bahwa KKP hadir. Negara hadir di sini,” tambahnya.