WMO: Perubahan Iklim Perburuk Krisis Sosial Hingga Ekonomi di Afrika

Jakarta, sustainlifetoday.com – Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) menyatakan bahwa perubahan iklim telah berdampak serius terhadap stabilitas sosial, ekonomi, dan kemanusiaan di Afrika. Pemanasan global memperparah krisis pangan, mempercepat migrasi paksa, serta meningkatkan risiko bencana iklim yang ekstrem.
Dalam laporan terbarunya, WMO mencatat bahwa suhu rata-rata permukaan di Afrika sepanjang tahun 2024 naik 0,86 derajat Celsius dibandingkan periode 1991–2020. Afrika Utara mengalami pemanasan paling signifikan, dengan kenaikan suhu mencapai 1,28 derajat Celsius — menjadikannya wilayah yang paling cepat menghangat di benua tersebut.
Selain itu, suhu permukaan laut di sekitar Afrika juga mencatat rekor tertinggi. Hampir seluruh perairan di kawasan tersebut, terutama Samudera Atlantik dan Laut Tengah, mengalami gelombang panas laut ekstrem.
“Perubahan iklim telah menjadi krisis yang semakin mendesak dan memburuk di seluruh Afrika,” kata Celeste Saulo, Kepala WMO, seperti dikutip dari situs resmi PBB, Selasa (13/5).
Ia menambahkan bahwa beberapa negara mengalami banjir besar akibat curah hujan ekstrem, sementara wilayah lainnya menghadapi kekeringan parah dan kelangkaan air.
Sepanjang 2024, lebih dari 700 ribu orang terpaksa mengungsi akibat bencana iklim seperti banjir, kekeringan, dan gelombang panas. Ironisnya, sebagian besar pemanasan global yang dialami negara-negara Afrika disebabkan oleh emisi dari negara-negara maju yang bergantung pada energi fosil.
Fenomena El Nino yang terjadi sejak 2023 turut memperburuk kondisi iklim di Afrika. Di Nigeria utara, banjir besar menewaskan sedikitnya 230 orang di Maiduguri pada September lalu, dan menyebabkan lebih dari 600 ribu orang kehilangan tempat tinggal serta merusak fasilitas kesehatan dan sumber air bersih.
Baca Juga:
- Kementerian Kehutanan Dorong Ketahanan Energi Lewat Tanaman Aren
- Jamur Patogen Mengancam, Perubahan Iklim Bisa Picu Wabah Baru!
- Paus Leo XIV Terpilih, Bagaimana Pandangannya Soal Perempuan di Gereja?
Afrika Barat juga terdampak hujan ekstrem, yang meningkatkan permukaan air dan mempengaruhi sekitar empat juta jiwa. Di sisi lain, wilayah Afrika bagian selatan mengalami kekeringan terparah dalam dua dekade terakhir. Produksi sereal di Zambia dan Zimbabwe menurun drastis, masing-masing sebesar 43 persen dan 50 persen dibanding rata-rata lima tahun sebelumnya.
WMO juga mencatat bahwa dekade terakhir merupakan periode terpanas dalam sejarah pengamatan iklim. Tahun 2024 diperkirakan menjadi tahun terpanas atau kedua terpanas sepanjang sejarah. Sudan Selatan bahkan menutup sekolah pada Maret lalu karena suhu mencapai 45 derajat Celsius.
Dampak ini turut mengganggu sektor pendidikan. Dana Anak-Anak PBB (UNICEF) melaporkan bahwa sepanjang 2024, sedikitnya 242 juta siswa di seluruh dunia tidak masuk sekolah, dimana sebagian besar berasal dari wilayah sub-Sahara Afrika.
Kenaikan suhu juga memperburuk krisis air dan ketahanan pangan, terutama di Afrika Utara yang menjadi wilayah paling terdampak. WMO menegaskan bahwa krisis iklim di Afrika bukan hanya ancaman lingkungan, tetapi juga tantangan kemanusiaan yang membutuhkan respons global yang cepat dan menyeluruh.