Pemanfaatan Air Laut di Tarakan Langgar Aturan, Pemerintah Tekankan Prinsip Ekologi

Jakarta, sustainlifetoday.com – Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyoroti dugaan pelanggaran pemanfaatan air laut oleh sebuah perusahaan industri di Kota Tarakan. Temuan ini mempertegas urgensi tata kelola sumber daya laut yang berkelanjutan di tengah meningkatnya tekanan industri terhadap lingkungan pesisir.
Hasil pengawasan KKP mengungkap bahwa perusahaan tersebut memanfaatkan air laut melalui instalasi desalinasi untuk mendukung produksi bubur kertas (pulp) dan sistem pendinginan mesin, namun belum mengantongi izin sesuai klasifikasi KBLI 36002, yang mengatur soal Penampungan dan Penyaluran Air Baku.
Padahal, kapasitas sistem pengambilan air mencapai 125.000 meter kubik per hari, setara 1.446 liter per detik, dimana hal ini jauh melebihi ambang batas 50 liter per detik yang mewajibkan izin khusus.
“Meski hanya bersifat penunjang, setiap bentuk pemanfaatan ruang laut harus mengikuti prinsip keberlanjutan. Perizinan bukan semata formalitas, melainkan bentuk komitmen terhadap perlindungan ekosistem laut,” ujar Direktur Jenderal PSDKP, Pung Nugroho Saksono dalam keterangan resmi KKP yang diterima Kamis (8/5).
Kepala Stasiun PSDKP Tarakan, Yoki Jiliansyah, menyatakan bahwa pihaknya sedang menganalisis potensi pelanggaran terhadap regulasi, dan perusahaan tersebut berpeluang dikenakan sanksi administratif sesuai PP 85/2021 dan Permen KP 31/2021.
Baca Juga:
- Jangan Salah! Ini Perbedaan Vegetarian, Vegan, dan Plant-Based Diet
- Dorong Komunitas hingga Pelaku Usaha Mikro di Sektor Keberlanjutan, SustainLife Luncurkan Program SMiles
- KLH Siap Tindak Tegas Perusahaan yang Tidak Kelola Lingkungan
Pemanfaatan air laut selain untuk energi (ALSE) merupakan sektor yang tengah berkembang pesat, namun berisiko tinggi jika tidak diimbangi dengan pengawasan lingkungan.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, mengingatkan bahwa praktik industri di wilayah pesisir harus mendukung keseimbangan ekologi, keberlanjutan ekonomi biru, dan tidak mengganggu kehidupan masyarakat sekitar.
“Ekonomi kelautan masa depan tidak bisa dibangun dengan mengabaikan daya dukung lingkungan. Kepatuhan terhadap regulasi adalah pijakan dasar menuju industri kelautan yang adil, inklusif, dan berkelanjutan,” tegas Trenggono.