AS Pecat Massal Ilmuwan Iklim, Dunia Cemas Hadapi Dampaknya

Jakarta, sustainlifetoday.com – Hampir 400 ilmuwan dan pakar iklim resmi dikeluarkan dari proyek National Climate Assessment (NCA6), laporan utama perubahan iklim di Amerika Serikat, dalam langkah kontroversial dari pemerintahan Donald Trump yang dinilai mengancam masa depan sains iklim global.
Rachel Cleetus, Direktur Kebijakan Senior di Union of Concerned Scientists, menyebut pemecatan massal tersebut sebagai upaya sistematis melemahkan institusi ilmiah yang menjadi pilar pemahaman dampak iklim terhadap masyarakat dan ekonomi.
“Rasanya seperti menyaksikan laporan iklim paling komprehensif di negeri ini dihancurkan,” ujarnya dilansir pada Kamis (8/5).
Pemecatan ini terjadi tak lama setelah Gedung Putih menghentikan pendanaan dan memberhentikan staf dari US Global Change Research Program, lembaga federal yang memimpin penyusunan laporan tersebut. Tanpa penulis dan dana, masa depan laporan NCA6 yang dijadwalkan terbit pada 2028 kini diragukan.
Langkah ini menambah daftar panjang kebijakan yang dinilai melemahkan komitmen iklim AS. Mulai dari pemangkasan anggaran NOAA dan EPA, pelarangan ilmuwan menghadiri forum iklim PBB, hingga penghapusan istilah “perubahan iklim” dari situs lembaga pemerintah.
Baca Juga:
- Pertamina Energy Terminal Gandeng Malaysia Kembangkan Terminal Energi Hijau
- Pemerintah Targetkan 200 Ribu Hektare Konservasi Laut Baru di Tahun 2025
- BMKG: 2024 Jadi Tahun Terpanas, Dunia Hadapi Titik Kritis Perubahan Iklim
Komunitas ilmiah global menyatakan keprihatinannya. Florence Rabier dari European Centre for Medium-Range Weather Forecasts melaporkan penurunan 10% data dari balon cuaca AS, yang berdampak pada kualitas prediksi iklim global. Sementara Paolo Artaxo dari Universitas São Paulo menyoroti terganggunya kolaborasi ilmiah internasional akibat kebijakan ini.
“Cuaca tidak mengenal batas negara, dan sains iklim bersifat kolektif,” tegas Rabier.
Serikat Geofisika Amerika dan Masyarakat Meteorologi Amerika menyatakan akan meluncurkan lebih dari 29 jurnal ilmiah sebagai upaya mempertahankan kesinambungan riset iklim independen.
Di sisi lain, negara-negara seperti Australia, Prancis, dan Uni Eropa mulai merancang inisiatif untuk menarik ilmuwan iklim AS, sembari memperkuat ekosistem riset di wilayah masing-masing.
Namun, menurut Sissi Knispel de Acosta dari European Climate Research Alliance, dunia belum sepenuhnya siap menggantikan posisi AS dalam sains iklim.
“Pendanaan masih terfragmentasi dan bersifat jangka pendek,” ujarnya.
Meskipun begitu, Cleetus tetap percaya bahwa sains iklim akan terus bertahan.
“Ilmuwan tetap akan bekerja, meski tak mudah menggantikan mesin inovasi ilmiah sekelas AS dalam semalam,” ujar Sissi Knispel de Acosta.