Penambangan Laut Dalam Ancam Ekosistem, Ini Buktinya

Jakarta, sustainlifetoday.com – Dasar laut di Samudra Pasifik yang pernah ditambang lebih dari 40 tahun lalu hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Temuan ini memperkuat desakan untuk menghentikan sementara aktivitas penambangan laut dalam, mengingat kawasan tersebut menjadi habitat bagi ratusan spesies laut.
Kesimpulan ini diperoleh dari ekspedisi yang dilakukan pada 2023 oleh tim ilmuwan dari Pusat Oseanografi Nasional Inggris (NOC) di Zona Clarion Clipperton, wilayah laut dalam yang kaya mineral. Hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature mengungkapkan bahwa bekas uji coba penambangan pada 1979 masih terlihat jelas.
Kerusakan sedimen akibat penambangan logam nodul polimetalik terbukti berdampak jangka panjang, termasuk menurunnya populasi organisme besar di area tersebut.
“Bukti yang kami temukan sangat penting untuk memahami dampak jangka panjang dari aktivitas ini,” ujar pemimpin ekspedisi NOC, Daniel Jones, dikutip dari Reuters, Jumat (28/3).
Meski beberapa makhluk kecil yang lebih lincah menunjukkan tanda-tanda pemulihan, ekosistem secara keseluruhan masih belum kembali seperti semula.
Isu penambangan laut dalam kembali menjadi sorotan dalam pertemuan Dewan Otoritas Dasar Laut Internasional PBB di Kingston, Jamaika, pekan ini. Sebanyak 36 negara berkumpul untuk menentukan apakah perusahaan pertambangan boleh mengambil logam seperti tembaga dan kobalt dari dasar laut.
Baca Juga:
- Lewat AKSIBILITAS, SustainLife Today Salurkan Bantuan Tunai ke Yayasan Sunyi Harapan Indonesia
- Atlet Dunia Desak IOC Prioritaskan Aksi Iklim Demi Masa Depan Olimpiade
- Penelitian: Merebus Air Bisa Menghilangkan 90% Mikroplastik
Hingga saat ini, desakan untuk menunda eksploitasi datang dari 32 negara serta 63 perusahaan dan lembaga keuangan yang menilai aktivitas ini berisiko tinggi bagi ekosistem laut.
“Bukti terbaru ini semakin memperjelas mengapa pemerintah harus bertindak sekarang untuk menghentikan penambangan laut dalam sebelum dampaknya semakin meluas,” ujar juru kampanye Greenpeace, Louise Casson.
Di sisi lain, perusahaan tambang asal Kanada, The Metals Company (TMC), berencana menjadi yang pertama mengajukan izin resmi untuk menambang di laut dalam pada Juni mendatang. Perusahaan ini mengklaim bahwa eksploitasi dasar laut justru lebih ramah lingkungan dibandingkan penambangan daratan.
“Kami hanya perlu memindahkan sedikit material untuk mendapatkan jumlah logam yang sama. Ini berarti kadar logam yang lebih tinggi tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan,” kata Kepala Keuangan TMC, Craig Shesky.
Meski demikian, kekhawatiran tetap mengemuka terkait risiko jangka panjang yang belum sepenuhnya dipahami. Ilmuwan dan aktivis terus mendesak moratorium penambangan laut dalam hingga ada penelitian lebih lanjut yang menjamin ekosistem dapat pulih dari dampaknya.