Indonesia Targetkan 100% Listrik dari EBT pada 2060, Ini Kunci Suksesnya

Jakarta, sustainlifetoday.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan seluruh produksi listrik Indonesia berasal dari energi baru terbarukan (EBT) pada 2060. Target ini tertuang dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2025-2060 yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 314 Tahun 2024.
Dari total produksi listrik berbasis EBT tersebut, sekitar 41,6% berasal dari pembangkit listrik yang bersifat intermittent atau tidak dapat beroperasi penuh selama 24 jam, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB). Untuk mengatasi kendala ini, teknologi penyimpanan energi seperti battery energy storage system (BESS) akan menjadi solusi utama.
“Sebesar 41,6% berasal dari pembangkit yang bersifat variable renewable energy (VRE) atau intermittent, yang nantinya akan dilengkapi dengan sistem penyimpanan energi,” ujar Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna, dalam Diseminasi dan Peluncuran Kajian IESR secara virtual, Selasa (25/3).
Sementara itu, 58% dari kapasitas listrik EBT yang direncanakan akan berasal dari pembangkit yang dapat beroperasi nonstop selama 24 jam dan langsung terhubung ke sistem kelistrikan nasional.
Oleh karena itu, Feby menegaskan bahwa teknologi penyimpanan energi, baik dalam bentuk baterai maupun hidrogen, akan memainkan peran krusial dalam sistem kelistrikan masa depan.
Baca Juga:
- Industri Panel Surya Indonesia Tumbuh, Tapi Masih Terkendala Sektor Hulu
- Ini Profil Lieng-Seng Wee yang Menjabat Director Risk & Sustainability Danantara
- Kemenhut Catat Lonjakan Deforestasi, Hutan Indonesia Kian Tergerus
“Peran dari storage, baik itu yang berbasis baterai maupun hidrogen, ke depannya menjadi sangat penting,” katanya.
Dari kapasitas 41,6% tersebut, pemerintah menargetkan pembangunan 109 gigawatt (GW) PLTS dan 73 GW PLTB. Untuk mencapai target ini, pemerintah mendorong kesiapan industri manufaktur dalam negeri guna mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku pembangkit. Hal ini juga diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru serta meningkatkan daya saing industri energi terbarukan Indonesia.