Ketegangan Indonesia-AS soal Kebijakan Hilirisasi dan Kedaulatan Sumber Daya

JAKARTA, sustainlifetoday.com – Di tengah dorongan global menuju transisi energi dan pembangunan berkelanjutan, kebijakan hilirisasi Indonesia kembali mendapat sorotan internasional. Pemerintah Amerika Serikat melalui Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) mengkritik larangan ekspor bijih nikel dan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) yang diterapkan Indonesia, dalam laporan 2025 National Trade Estimate yang dirilis pekan ini.
Larangan ekspor bijih nikel yang merupakan bagian dari implementasi Undang-Undang Minerba dianggap oleh AS sebagai langkah yang bisa mengganggu rantai pasok global, khususnya di sektor baja dan aluminium.
USTR menyebut kebijakan ini berpotensi memperburuk kelebihan kapasitas produksi global dan menghambat akses perusahaan internasional terhadap bahan baku strategis.
Namun dari perspektif Indonesia, kebijakan ini merupakan bagian penting dari upaya memperkuat kedaulatan ekonomi dan mendorong nilai tambah di dalam negeri.
Baca Juga:
- AS Kritik Sistem Pembayaran QRIS dan GPN, Apa yang Salah?
- Gantikan Plastik, Tiongkok Kembangkan Sedotan dari Bambu
- Penjualan Anjlok, Ini Alasan Motor Listrik Susah Laku di Indonesia
Pemerintah ingin memastikan bahwa sumber daya alam tak lagi diekspor mentah, melainkan diproses secara lokal untuk menciptakan lapangan kerja, mendukung industrialisasi hijau, dan memperkuat posisi Indonesia dalam rantai nilai global.
Selain isu nikel, laporan USTR juga menyoroti kebijakan DMO, di mana perusahaan energi diwajibkan menjual sebagian produksi minyak mentahnya ke pasar domestik dengan harga yang jauh lebih rendah dari harga pasar internasional. AS menilai kebijakan ini sebagai hambatan bagi investor asing.
Meski demikian, kebijakan ini sejatinya ditujukan untuk menjaga ketahanan energi nasional dan memastikan pasokan energi yang terjangkau bagi masyarakat di tengah krisis iklim dan dinamika geopolitik energi global.
USTR menyatakan akan terus memantau kebijakan-kebijakan tersebut dan mendorong Indonesia untuk selaras dengan komitmen perdagangannya di bawah WTO. Namun, di sisi lain, langkah Indonesia menandai sebuah pergeseran penting bahwa kedaulatan sumber daya dan keberlanjutan jangka panjang kini menjadi pertimbangan utama dalam kebijakan ekonomi nasional.