Dorong Udara Bersih, KLH Desak DKI Percepat Elektrifikasi Transportasi Publik

Jakarta, sustainlifetoday.com – Upaya mempercepat transisi energi bersih di sektor transportasi semakin mendesak. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menekan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mempercepat konversi armada transportasi massal ke energi listrik. Langkah ini dianggap krusial untuk mengatasi krisis kualitas udara yang kian parah di wilayah Jabodetabek, terutama menjelang puncak musim kemarau.
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH Hanif Faisol Nurofiq menegaskan bahwa sektor transportasi, khususnya kendaraan berbahan bakar fosil masih menjadi penyumbang emisi terbesar di kawasan metropolitan ini.
“Transportasi massal harus jadi prioritas untuk dielektrifikasi. Selain itu, insentif dan disinsentif terhadap kendaraan pribadi juga perlu segera diterapkan untuk mengurangi beban pencemaran,” kata Hanif dalam keterangannya dilansir Jumat (23/5).
Menurutnya, kendaraan besar seperti bus dan truk menyumbang emisi paling tinggi. KLH mendorong penerapan bahan bakar rendah emisi seperti standar Euro 4 secara luas sebagai solusi jangka pendek yang efektif.
“Tak perlu wacana yang rumit. Jika BBM kita belum seluruhnya Euro 4, maka batasi kendaraan yang masih menggunakan BBM beremisi tinggi. Dampaknya bisa langsung terasa pada kualitas udara,” tegas Hanif.
Baca Juga:
- Pemprov DKI Tegaskan Komitmen Pembangunan Berkelanjutan
- DPR Dukung Implementasi Biodiesel B50 di Tahun 2026
- Julian Assange Kenakan Kaos Bertuliskan 4.986 Nama Anak Korban Serangan Gaza
Selain sektor transportasi, KLH juga menyoroti emisi dari industri, khususnya boiler dan tungku bakar berbahan bakar batu bara di kawasan industri Jabodetabek. Saat ini, kementerian tengah memetakan dan mengawasi 57 kawasan industri yang berisiko tinggi menyumbang pencemaran udara.
Sebagai langkah awal, pengawasan dimulai dari Kawasan Berikat Nusantara (KBN), Jakarta Utara. KLH menjadwalkan inspeksi bergilir setiap Senin untuk menekan pembakaran batu bara yang dinilai sebagai kontributor utama polusi, terutama di musim kemarau yang memperburuk konsentrasi partikulat di udara.
“Pemantauan aktif kami lakukan secara langsung ke lapangan. Ini bukan hanya soal penegakan hukum lingkungan, tetapi juga komitmen kita dalam menjaga hak masyarakat atas udara bersih,” tutup Hanif.