BRIN Sebut Perubahan Iklim Picu Lonjakan Penyakit Menular

Jakarta, sustainlifetoday.com – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan bahwa perubahan iklim turut memicu peningkatan berbagai penyakit menular di Indonesia, termasuk tuberkulosis (TB). Riset terbaru menunjukkan interaksi kuat antara kondisi iklim dan lonjakan kasus TB baru di sejumlah wilayah di Jawa Barat.
Peneliti Pusat Riset Sains Data dan Informasi (PRSDI) BRIN, Dianadewi Riswantini, menyatakan bahwa krisis iklim berdampak langsung terhadap penyebaran penyakit seperti TB, malaria, demam berdarah dengue, hingga gangguan pernapasan dan penyakit kardiovaskular.
“Studi Climate Epidemiology yang kami lakukan bertujuan untuk memahami, merencanakan, dan mencegah berbagai dampak perubahan iklim terhadap kesehatan,” ujar Dianadewi dalam keterangannya dilansir pada Selasa (20/5).
Dalam riset bertajuk Potential Risk of New Tuberculosis Cases in West Java, tim BRIN menganalisis sebaran spasial dan temporal kasus TB baru di provinsi tersebut selama 2019–2022. Data yang digunakan mencakup informasi dari BPJS Kesehatan, BPS Jawa Barat, Open Data, dan iklim global dari Copernicus Climate.
Baca Juga:
- Perubahan Iklim Ancam Kesehatan Anak, Ini Kunci Mencegahnya
- FUN & FIT, Langkah Awal Howell Expo Gaungkan Gaya Hidup Sehat
- Gawat! COVID-19 Melonjak Tajam di Hong Kong, Berpotensi Pandemi Lagi?
Hasil analisis menunjukkan bahwa Kabupaten Karawang, Majalengka, dan Kuningan memiliki korelasi spasio-temporal yang signifikan terhadap peningkatan kasus TB. Sementara wilayah seperti Bogor, Sukabumi, Karawang, dan Bandung tercatat konsisten memiliki tingkat risiko relatif tinggi, dengan indeks risiko antara 1 hingga 15.
BRIN juga mengidentifikasi sejumlah variabel yang berpengaruh terhadap lonjakan kasus, di antaranya curah hujan harian, kelembapan udara, kepadatan penduduk, akses air bersih dan sanitasi, tingkat kemiskinan, serta partisipasi masyarakat dalam angkatan kerja.
Paparan panas ekstrem dan cuaca tidak stabil turut memperparah dampak kesehatan, meningkatkan risiko stroke, penyakit jantung, dan gangguan mental. Perubahan ekologi vektor akibat iklim juga mendorong penyebaran penyakit yang ditularkan melalui nyamuk.
“Pendekatan berbasis data ini kami harapkan dapat menjadi rujukan dalam menetapkan prioritas intervensi kesehatan, serta menyusun strategi adaptasi terhadap perubahan iklim di tingkat daerah,” ujar Dianadewi.
BRIN menyebut pendekatan serupa juga relevan untuk mengkaji penyakit lain yang terdampak iklim, termasuk demam berdarah, malaria, tifus, dan gangguan gizi yang kian memburuk seiring penurunan kualitas lingkungan hidup.