Bali Larang Botol Plastik, Apa Saja Dampaknya?

Jakarta, sustainlifetoday.com – Pemerintah Provinsi Bali resmi melarang produksi dan distribusi air minum dalam kemasan (AMDK) plastik berukuran di bawah satu liter. Kebijakan ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah.
Gubernur Wayan Koster menyatakan bahwa ini adalah langkah tegas menuju Bali yang lebih bersih, lestari, dan mandiri dalam pengelolaan sampah.
“Saya nggak peduli, mau saya dibully nggak ada urusan. Jangan cari untung dengan menimbulkan beban masalah lingkungan dan biaya. Tidak baik,” tegas Koster dalam Rapat Koordinasi Percepatan Pembangunan Bali, Jumat (11/4).
Lantas apa saja dampak yang akan muncul imbas dari kebijakan ini?
Dampak Lingkungan
Larangan ini diharapkan dapat mengurangi volume sampah plastik yang mencemari lingkungan. Menurut laporan, penggunaan botol plastik menjadi tantangan karena tidak mudah terdekomposisi oleh mikroorganisme, dan proporsi sampah plastik yang terdaur ulang masih rendah.
Dengan kebijakan ini, Bali memperkuat komitmennya untuk menjadi provinsi yang bebas dari sampah plastik sekali pakai.
Dampak Industri
Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) menyatakan bahwa larangan ini dapat berdampak negatif pada industri AMDK.
Ketua DPD Aspadin Bali Nusa Tenggara, I Gusti Ngurah Warassutha Aryajasse, menyebut bahwa pelarangan produksi dan distribusi air kemasan plastik di bawah satu liter akan berdampak pada industri dan perdagangan. Namun, beberapa perusahaan lokal mulai beradaptasi dengan memproduksi air minum dalam kemasan kaca sebagai alternatif.
Dampak Sosial
Kebijakan ini telah memicu perubahan gaya hidup di kalangan masyarakat Bali. Pegawai pemerintahan, sekolah-sekolah, dan lembaga adat sudah mulai menerapkan kebijakan membawa tumbler sendiri dan menyediakan galon isi ulang.
Baca Juga:
- Bali Larang Air Kemasan Plastik Kecil, Gubernur Koster: Tidak Bisa Ditawar!
- Plastik Sekali Pakai Ditekan, Gubernur Bali Tekankan Bisnis Berkelanjutan
- AI Berdampak Negatif untuk Lingkungan, Ini Faktanya
“Silakan bully saya sepuas-puasnya, kalau tidak suka. Tapi yang akan membela ini para komunitas peduli lingkungan,” kata Koster.
Inisiatif ini juga mendapat respons positif dari komunitas hijau seperti Bye Bye Plastic Bags dan Eco Bali Recycling yang menyatakan bahwa kebijakan ini akan menciptakan gelombang kesadaran ekologis yang lebih besar.
Dampak Ekonomi
UMKM dan pedagang kecil yang mengandalkan penjualan air kemasan ukuran kecil turut terdampak. Beberapa warung di desa mengeluhkan menurunnya penjualan karena belum siap beralih ke produk alternatif. Di sisi lain, ini menjadi peluang bagi produsen lokal air isi ulang dan pemilik depot untuk memperluas usahanya.
Pemerintah Bali sedang menyusun program pendampingan adaptasi bagi UMKM terdampak dan mendistribusikan galon air isi ulang ke desa-desa.
Dampak Budaya
Di Bali, nilai-nilai tradisional seperti Tri Hita Karana (harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan) menjadi landasan penting dalam menerima kebijakan ini. Desa-desa adat diharapkan mulai terlibat aktif dalam sosialisasi kebijakan dan membatasi penggunaan plastik dalam upacara keagamaan dan kegiatan adat.
“Kalau perlu sampai ke desa-desa adat, semua kegiatan sedapat mungkin tidak lagi pakai minuman kemasan plastik sekali pakai,” ujar Koster.
Meskipun kebijakan ini mendapat dukungan, tantangan dalam implementasinya tetap ada. Beberapa kantor pemerintah belum memiliki dispenser air yang memadai, dan kebiasaan menggunakan botol plastik sekali pakai masih sulit diubah. Pemerintah perlu memastikan ketersediaan infrastruktur pendukung dan terus memberikan edukasi kepada masyarakat.
Meskipun menghadapi tantangan, dengan kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat, Bali dapat menjadi contoh bagi daerah lain dalam mengurangi sampah plastik dan menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan berkelanjutan.