Pemanfaatan Energi Bersih di ASEAN Masih Tertinggal Jauh

Jakarta, sustainlifetoday.com – Dunia mencetak tonggak sejarah baru dalam transisi energi dengan porsi energi rendah karbon—termasuk energi terbarukan dan nuklir—mencapai 40,9 persen dari total pembangkitan listrik global pada 2024.
Ini adalah kali pertama sejak 1940 energi rendah karbon menyumbang lebih dari 40 persen terhadap listrik dunia.
Namun, laporan Global Electricity Review 2025 yang dirilis Ember Energy pada 8 April mengungkap bahwa Asia Tenggara masih tertinggal jauh dalam pemanfaatan energi bersih.
Rata-rata hanya 23 persen listrik di negara-negara ASEAN berasal dari energi rendah karbon, jauh di bawah capaian global.
Dari seluruh anggota ASEAN, hanya Laos dan Vietnam yang melampaui rata-rata dunia. Laos mencapai 77 persen berkat dominasi pembangkit tenaga air, sementara Vietnam mencatat 44 persen.
Laporan juga menyoroti stagnasi pemanfaatan tenaga surya di kawasan. Dalam tiga tahun terakhir, kontribusi energi matahari hanya naik tipis dari 3,1 persen menjadi 3,2 persen.
Baca Juga:
- TPST di IKN Siap Olah Sampah Jadi Energi Terbarukan
- Energi Terbarukan Masih Impor, Wakil Ketua MPR: Ironi Besar bagi Indonesia
- Kepala DLH Tangsel Korupsi Sampah Rp75,9 Miliar, Prioritas Sampah Pemda Dipertanyakan
Sebagai perbandingan, global sudah mencapai 6,9 persen pada 2024. Vietnam tercatat sebagai yang tertinggi di ASEAN dengan 8,5 persen, namun tanpa peningkatan kapasitas baru sejak 2021.
Padahal, potensi teknis energi terbarukan di ASEAN sangat besar—lebih dari 30.000 GW untuk tenaga surya dan 1.300 GW untuk tenaga angin. Sayangnya, kapasitas terpasang masih minim, hanya 26,6 GW (solar) dan 6,8 GW (angin).
Indonesia, sebagai negara dengan ekonomi dan populasi terbesar di kawasan, masih mengandalkan bahan bakar fosil untuk 81 persen kebutuhan listrik pada 2023. Energi surya dan angin bahkan belum mencapai 1 persen dari bauran energi nasional.
“Dengan dukungan kebijakan yang lebih ambisius, ASEAN sebenarnya memiliki potensi besar untuk memimpin dalam transisi energi,” ujar Dr. Dinita Setyawati, Analis Kebijakan Kelistrikan Senior Ember untuk Asia Tenggara.
Senada, Direktur Program Asia Ember, Aditya Lolla, menekankan pentingnya pembangunan pasar energi bersih.
“Pengembangan energi bersih sangat krusial tidak hanya untuk ketahanan energi dan ekonomi, tapi juga untuk membawa negara-negara berkembang ke era ekonomi energi bersih.”
Laporan Ember ini juga disertai dengan dataset pembangkitan listrik global 2024 yang mencakup 88 negara, mewakili 93 persen permintaan listrik dunia.