FOLU Net Sink 2030, Program Tekan Emisi Karbon atau Hanya Kepentingan Politik?

Jakarta, sustainlifetoday.com – Program Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030 yang diinisiasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah menjadi sorotan publik. Bukan hanya karena ambisinya dalam menekan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan, tetapi juga karena struktur kepemimpinannya yang kini banyak diisi oleh kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Penunjukan sejumlah kader PSI dalam Operation Management Office (OMO) FOLU Net Sink 2030 memicu kontroversi di berbagai kalangan, termasuk parlemen dan kelompok pemerhati lingkungan. Kritik mengarah pada dugaan politisasi kebijakan yang seharusnya berbasis ilmiah dan teknis.
Apa Itu FOLU Net Sink 2030?
FOLU Net Sink 2030 adalah strategi nasional yang bertujuan menekan emisi karbon dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya. Program ini sejalan dengan komitmen Indonesia dalam Paris Agreement serta target net zero emissions (NZE) pada 2060.
Prinsip utama dari program ini adalah memastikan bahwa jumlah karbon yang diserap oleh hutan Indonesia lebih besar daripada emisi yang dihasilkan oleh sektor kehutanan dan penggunaan lahan. Untuk mencapai tujuan ini, pemerintah mengandalkan beberapa langkah utama, antara lain:
- Pencegahan deforestasi dan degradasi hutan, termasuk pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
- Restorasi dan rehabilitasi ekosistem, seperti rehabilitasi hutan mangrove dan lahan gambut yang rusak.
- Pengelolaan hutan lestari, baik untuk hutan produksi maupun hutan konservasi.
- Peningkatan cadangan karbon, termasuk melalui skema karbon kredit dan mekanisme pendanaan berbasis lingkungan.
- Penguatan kelembagaan dan penegakan hukum, untuk memastikan bahwa kebijakan ini berjalan sesuai dengan prinsip keberlanjutan.
Program ini rencananya bukan hanya berkontribusi pada mitigasi perubahan iklim, tetapi juga membuka peluang investasi hijau serta menciptakan lapangan kerja di sektor kehutanan dan lingkungan.
Kader PSI dan Struktur Baru OMO FOLU Net Sink 2030
Fokus utama perdebatan saat ini adalah mengenai keterlibatan kader PSI dalam kepemimpinan OMO FOLU Net Sink 2030. Beberapa nama yang kini menempati posisi strategis antara lain:
- Andy Budiman – Dewan Penasihat Ahli
- Endika Fitra Wijaya – Staf Kesekretariatan Bidang Pengelolaan Hutan Lestari
- Sigit Widodo – Anggota Bidang Peningkatan Cadangan Karbon
- Furqan Amini Chaniago – Anggota Bidang Konservasi
- Suci Mayang Sari – Anggota Bidang Penegakan Hukum dan Peningkatan Kapasitas
Penunjukan ini tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 32 Tahun 2025 yang ditandatangani oleh Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, yang juga merupakan kader PSI. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa ada unsur politik dalam pengelolaan program ini.
Kritik dan Respons Pemerintah
Keputusan ini mendapat respons beragam. Sejumlah anggota DPR, terutama dari Komisi IV, mempertanyakan proses seleksi personel dalam OMO FOLU Net Sink 2030. Mereka menyoroti bahwa sebelumnya posisi-posisi tersebut diisi oleh pejabat KLHK dan akademisi lingkungan, bukan oleh orang-orang yang memiliki latar belakang politik.
Baca Juga:
- Konversi Hutan untuk Bioetanol, Efektif atau Berisiko?
- Ancaman Iklim Bisa Membuat Secangkir Kopi Jadi Tinggal Kenangan di 2050
- BI Buka Layanan Tukar Uang Baru untuk Lebaran, Ini Jadwal dan Caranya
“Kami ingin tahu apakah kader PSI yang ditempatkan ini memang memiliki kompetensi di bidang kehutanan dan lingkungan, atau ini hanya sekadar bagi-bagi jabatan?” ujar Sudin, Ketua Komisi IV DPR RI, Jumat (7/3).
Di sisi lain, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni membantah bahwa ada unsur politik dalam pengelolaan OMO FOLU Net Sink 2030. Ia menegaskan bahwa penempatan personel baru dilakukan dengan pertimbangan kompetensi dan pengalaman di bidang keberlanjutan.
“Program ini tidak menggunakan dana APBN, melainkan didanai oleh donor dan negara mitra. Jadi, tidak ada beban bagi anggaran negara,” tegas Raja Juli Antoni dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (7/3).
Ia juga menyatakan bahwa program ini akan tetap berjalan sesuai target dan tidak akan terpengaruh oleh dinamika politik.
Implikasi bagi FOLU Net Sink 2030 dan Upaya Lingkungan
Terlepas dari kontroversi ini, FOLU Net Sink 2030 tetap menjadi salah satu kebijakan lingkungan paling ambisius yang pernah dilakukan Indonesia. Namun, tantangan yang dihadapi semakin kompleks, terutama terkait dengan kepercayaan publik terhadap transparansi program ini.
Beberapa pakar lingkungan menilai bahwa jika polemik ini tidak segera diselesaikan, ada risiko menurunnya dukungan dari masyarakat dan investor terhadap program ini. Padahal, keberhasilan FOLU Net Sink 2030 sangat bergantung pada kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, sektor swasta, dan organisasi lingkungan.
Untuk menjaga kredibilitas program ini, sejumlah pihak menyarankan agar KLHK membuka ruang diskusi lebih luas dengan akademisi dan kelompok lingkungan. Mekanisme pengawasan independen juga diusulkan untuk memastikan bahwa implementasi program tetap berjalan sesuai dengan prinsip keberlanjutan dan tidak tersandera oleh kepentingan politik.
Dalam beberapa bulan ke depan, implementasi FOLU Net Sink 2030 akan menjadi ujian bagi pemerintah dalam menjaga keseimbangan antara kebijakan lingkungan dan integritas tata kelola pemerintahan. SustainLife Today akan terus memantau perkembangan terkait kebijakan ini serta dampaknya bagi upaya mitigasi perubahan iklim di Indonesia.