Kekerasan terhadap Perempuan Meningkat pada 2024

Jakarta, sustainlifetoday.com – Komnas Perempuan melaporkan adanya peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan sebesar hampir 10 persen pada 2024 dibandingkan tahun sebelumnya. Bentuk kekerasan yang paling banyak terjadi adalah kekerasan seksual.
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani menyampaikan bahwa data ini dihimpun dari 83 lembaga, termasuk empat lembaga nasional, yang kemudian dituangkan dalam Catatan Tahunan (Catahu) 2024.
“Data 2024 menunjukkan ada kenaikan hampir 10 persen dengan total pelaporan kasus kekerasan 445.502 kasus,” kata Andy dalam peluncuran Catahu Komnas Perempuan secara daring, Jumat (7/3).
Angka ini meningkat dari laporan Catahu 2023 yang mencatat 401.975 kasus. Komnas Perempuan juga mencatat peningkatan kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan (KBGtP). Pada 2023, jumlah kasus KBGtP tercatat sebanyak 289.111 kasus, sementara pada 2024 meningkat menjadi 330.097 kasus atau naik 14,17 persen.
Komisioner Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah menjelaskan bahwa dari total 330.097 kasus KBGtP, sebanyak 309.516 kasus terjadi di ranah personal. Data ini dihimpun dari laporan ke Komnas Perempuan, lembaga lain, serta data putusan pengadilan.
“Data putusan pengadilan paling banyak. Hal ini karena berasal dari data Badilag yang banyak menangani masalah keluarga dan sudah berwujud keputusan,” kata Alimatul.
Kekerasan Seksual Masih Dominasi
Berdasarkan bentuknya, kekerasan seksual menjadi kasus terbanyak dengan total 36,43 persen dari seluruh laporan yang masuk. Kemudian diikuti kekerasan psikis sebesar 26,94 persen, kekerasan fisik sebesar 26,78 persen, dan kekerasan ekonomi sebesar 9,85 persen.
Baca Juga:
- Kapan THR Karyawan Swasta akan Cair? Ini Perkiraannya
- CPNS Hasil Seleksi 2024 ‘Nganggur’ sampai Oktober, Ini Respons Kemenpan RB
- BI Buka Layanan Tukar Uang Baru untuk Lebaran, Ini Jadwal dan Caranya
Kekerasan di ranah personal masih mendominasi laporan yang masuk ke Komnas Perempuan. Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini menyebut bahwa kekerasan terhadap istri (KTI) menjadi kasus terbanyak yang dilaporkan, baik di data Komnas Perempuan maupun data lembaga lain.
“Data kekerasan di ranah personal, KTI paling banyak dilaporkan sejak Catahu 2001. UU KDRT sudah ada lebih dari 20 tahun tapi KTI masih banyak. Selain KTI, ada kekerasan dalam pacaran (KDP), kekerasan mantan pacar (KMP) yang paling banyak dilaporkan,” katanya.
Peningkatan Kekerasan di Ranah Publik
Komnas Perempuan juga mencatat lonjakan kasus kekerasan di ranah publik pada 2024 dengan total 10.605 kasus. Kekerasan paling banyak terjadi di tempat publik (4.627 kasus), diikuti tempat kerja (2.060 kasus), tempat tinggal (1.884 kasus), serta kekerasan berbasis gender online (845 kasus).
Menurut Theresia, peningkatan ini juga dipengaruhi oleh semakin kuatnya pendokumentasian kasus kekerasan di tempat publik dan tempat kerja.
“Perlu banyak intervensi di tempat publik dan tempat kerja. Pelakunya paling banyak teman tapi kami di sini mencatat ini orang yang dikenal,” ujarnya.
Sementara itu, kekerasan terhadap perempuan di ranah negara juga masih terjadi, dengan total 95 kasus yang dilaporkan. Bentuknya mencakup kekerasan terhadap perempuan yang berkonflik dengan hukum, konflik sumber daya alam, konflik agraria, hingga kebijakan diskriminatif.
Dalam konteks ranah negara, Komnas Perempuan mencatat polisi sebagai pelaku terbanyak dengan 22 kasus, diikuti aparat pemerintah dengan 17 kasus, serta TNI dengan 7 kasus.
“Mereka yang kita anggap pelindung malah melakukan kekerasan. Ini jadi bagian dari intervensi untuk memperkuat kemampuan dan kapasitas anggota yang menangani kasus untuk tidak menggunakan kekerasan,” kata Theresia.
Andy Yentriyani menegaskan bahwa peningkatan jumlah laporan kekerasan terhadap perempuan tidak selalu menjadi tanda buruk.
“Sekali lagi, saya ingin mengingatkan bahwa jangan khawatir dengan peningkatan pelaporan. Bahwa sesungguhnya itu menunjukkan keberanian korban dan juga akses untuk melaporkan yang lebih dapat diandalkan,” katanya.