Menuju Otoriter dengan Revisi UU TNI?

Jakarta, sustainlifetoday.com – Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhamad Isnur, menyampaikan kekhawatirannya terkait pengesahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang telah direvisi. Ia menilai revisi UU tersebut melanggar banyak aturan bernegara dan berpotensi membungkam kritik dari masyarakat.
“Jelas ini melanggar banyak sekali aturan main bernegara. Kami melihat bahwa sedemikian rupa kritik rakyat dianggap sebagai musuh dan ancaman,” ujar Isnur dalam keterangannya pada Kamis, 20 Maret 2025.
Menurut Isnur, revisi UU TNI ini dapat membawa Indonesia kembali ke era otoritarianisme dan militerisme seperti yang terjadi di masa Orde Baru. Ia mengkhawatirkan dampak besar terhadap kebebasan sipil dan hak asasi manusia (HAM), terutama bagi masyarakat yang mempertahankan tanah mereka dari proyek-proyek investasi.
“YLBHI sangat khawatir ini akan berdampak pada represi dan penggusuran warga negara, petani, masyarakat adat, serta masyarakat di pulau-pulau di penjuru Nusantara,” tambahnya.
Baca Juga:
- Hujatan untuk Pandawara, Bukti Kesadaran Lingkungan di Indonesia Masih Lemah?
- Puji Mudikpedia 2025, Moeldoko: Bantu Pemudik Kendaraan Listrik
- Tebang Hutan Amazon untuk Jalan Raya Jelang COP30, Brasil Beri Klarifikasi
Sementara itu, dalam Sidang Paripurna DPR, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Puan Maharani, secara resmi mengesahkan revisi UU TNI. “Tibalah saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap Rancangan Undang-Undang atas perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang?” kata Puan sebelum mengetuk palu tanda pengesahan.
Di sisi lain, Menteri Pertahanan (Menhan), Sjafrie Sjamsoeddin, menegaskan bahwa revisi UU TNI bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme prajurit. Menurutnya, TNI harus menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi militer global serta dinamika geopolitik yang semakin kompleks.
“TNI adalah tentara rakyat, tentara pejuang, tentara nasional,” ujar Sjafrie di ruang rapat paripurna DPR.
Lebih lanjut, Sjafrie menjelaskan bahwa revisi ini bertujuan agar TNI dapat bertransformasi untuk menghadapi ancaman konvensional maupun non-konvensional. Ia menegaskan bahwa sebagai negara berdaulat, Indonesia memerlukan strategi pertahanan yang realistis demi menjaga kelangsungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Supaya mampu bertahan menghadapi dinamika untuk menjaga dan memelihara kelangsungan hidup NKRI,” pungkasnya.