Jelang Peringatan Hari Buruh, CESGS Gelar Webinar Terkait Human Rights Due Diligence (HRDD)

Jakarta, sustainlifetoday.com – Dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional yang jatuh pada 1 Mei, Center for Environment, Social, and Governance Studies, Universitas Airlangga (CESGS) menggelar webinar bertajuk “Road to Labor Day: How Human Right Due Diligence Shapes Fair Workplaces”, pada Senin (28/4). Webinar ini membahas secara mendalam tentang pentingnya penerapan prinsip Human Rights Due Diligence (HRDD) dalam dunia kerja yang adil dan berkelanjutan.
Managing Director CESGS, Aditya Aji Prabhawa, dalam sambutannya menyampaikan bahwa tema ini dipilih untuk mengangkat isu penting dalam konteks Hari Buruh, yakni hak-hak pekerja dan perlindungan hak asasi manusia dalam bisnis. Menurut Aditya, prinsip HRDD tidak hanya terkait dengan kepatuhan hukum (compliance), melainkan juga menjadi bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan.
“HRDD menjadi salah satu strategic atau jalan keluar untuk bagaimana human rights itu dikelola prinsipnya lebih dari sekadar profit business model,” ujar Aditya.
Dalam sesi pemaparan, Fajar Kristanto Gautama Putra, Managing Director of Research and Innovation CESGS, menjelaskan perjalanan evolusi konsep tanggung jawab perusahaan terhadap hak asasi manusia. Ia menyebutkan bahwa sejak tahun 1990-an, dunia mulai mengenal konsep Corporate Social Responsibility (CSR) yang bersifat sukarela. Seiring berkembangnya tuntutan global, pendekatan ini bergeser ke konsep Environmental, Social, and Governance (ESG), dan kini semakin mengarah pada HRDD yang bersifat lebih normatif dan berbasis regulasi.
Menurut Fajar, HRDD membawa perubahan besar dalam paradigma bisnis. Jika CSR banyak berfokus pada filantropi, HRDD lebih menekankan pada proses sistematis untuk mengidentifikasi, mencegah, mengurangi, dan mempertanggungjawabkan dampak terhadap hak asasi manusia dalam seluruh rantai nilai bisnis.
“Kalau dulu perusahaan cukup melakukan CSR sebagai bentuk kontribusi sosial, kini dunia usaha dituntut untuk benar-benar melakukan due diligence terhadap dampak aktivitas bisnis mereka terhadap hak asasi manusia, baik secara langsung maupun melalui rantai pasok,” jelas Fajar.
Baca Juga:
- Papua di Ambang Krisis Ekologi Akibat Proyek Food Estate Nasional
- BNI Dorong UMKM Berperan dalam Ekonomi Hijau Lewat Program BUMI 2025
- Ini Langkah Nyata Artha Graha untuk Bumi yang Lebih Lestari
Dalam paparannya, Fajar menyoroti sejumlah regulasi yang saat ini tengah mendorong penerapan HRDD secara mandatory di tingkat global. Di antaranya, German Supply Chain Act hingga EU Corporate Sustainability Due Diligence Directive (CSDDD).
“Tren global ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak lagi bisa hanya memperhatikan operasional internal mereka saja. Mereka juga bertanggung jawab atas kondisi di seluruh rantai pasok, termasuk hak-hak pekerja di perusahaan pemasok,” tegas Fajar.
Penerapan HRDD akan memengaruhi berbagai aspek bisnis, mulai dari hubungan industrial, keberlanjutan rantai pasok, hingga kepercayaan konsumen. Hal ini, menurut Fajar, juga menjadi peluang strategis bagi perusahaan Indonesia untuk meningkatkan daya saing di pasar global.
HRDD dalam Kerangka UN Guiding Principles
Webinar ini juga mengupas lebih dalam keterkaitan HRDD dengan UN Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs). Dalam pilar kedua UNGPs, “Respect”, HRDD menjadi proses utama yang harus dilakukan perusahaan untuk menghormati hak asasi manusia.
Fajar menyebutkan bahwa prinsip ‘Know and Show’ dalam UNGPs pilar kedua tersebut penting untuk dipegang. Perusahaan harus mengetahui dampak apa yang mereka timbulkan terhadap hak asasi manusia (know), dan harus menunjukkan langkah-langkah konkret yang diambil untuk mengelola dampak tersebut (show).
Lebih lanjut, CESGS menilai bahwa implementasi HRDD di Indonesia menjadi sangat relevan, terutama dengan semakin tingginya ekspektasi pasar internasional terhadap praktik bisnis yang bertanggung jawab. Dalam konteks Hari Buruh, HRDD juga menjadi alat penting untuk memperkuat perlindungan pekerja, mengurangi potensi pelanggaran hak asasi manusia di tempat kerja, dan membangun hubungan industrial yang lebih sehat.
“HRDD ini bukan semata-mata tentang kepatuhan, tapi juga tentang membangun ekosistem bisnis yang manusiawi dan berkelanjutan,” tutup Aditya.