Tata Kelola AI Jadi Sorotan Investor, Isu Iklim dan Sosial Tertinggal

Jakarta, sustainlifetoday.com – Investor global kini menaruh perhatian lebih besar pada tata kelola kecerdasan buatan (AI) dibanding isu-isu iklim dan sosial yang selama ini mendominasi agenda keberlanjutan. Menurut laporan terbaru Morningstar Sustainalytics, dukungan pemegang saham terhadap resolusi terkait AI tercatat dua kali lipat lebih tinggi dibanding isu lingkungan dan sosial.
Melansir Edie, Kamis (22/5), laporan tersebut mencatat bahwa dukungan pemegang saham terhadap isu AI mencapai rata-rata 30 persen, dimana angka ini hampir dua kali lipat dari dukungan terhadap isu lingkungan dan sosial secara umum (16 persen). Meski banyak fokus tertuju pada tata kelola dan etika AI, dampak ekologis dari teknologi ini tak bisa diabaikan.
Salah satu sorotan utama adalah konsumsi energi dari AI generatif yang sangat besar. Teknologi ini diklaim menggunakan energi hingga 33 kali lebih banyak dibanding perangkat lunak tradisional. Sebagian besar energi tersebut masih berasal dari bahan bakar fosil, yang menyebabkan emisi gas rumah kaca dan memperparah perubahan iklim.
Baca Juga:
- China, Jepang, Korsel Berebut Pengaruh Energi Bersih di ASEAN
- DPR Dukung Implementasi Biodiesel B50 di Tahun 2026
- Pemerintah Ajak Investor Manfaatkan Potensi Energi Baru Terbarukan
Selain itu, chip AI yang menjadi komponen utama dalam pengoperasian teknologi ini bergantung pada penambangan rare earth, yaitu logam tanah jarang yang memiliki jejak ekologis berat. Penambangan ini dapat menyebabkan degradasi tanah, pencemaran air, dan kerusakan habitat secara luas.
Pusat data yang menopang teknologi AI juga menyumbang tekanan lingkungan tambahan. Sistem pendingin server memerlukan jumlah air dalam skala besar, yang menimbulkan kekhawatiran baru terhadap kelangkaan air di wilayah-wilayah yang rawan.
Meski investor global mulai bergerak, laporan dari ShareAction menunjukkan bahwa banyak manajer aset besar belum memenuhi ekspektasi keberlanjutan. Dalam studi terhadap 76 manajer aset terbesar di dunia yang secara kolektif mengelola lebih dari 80 triliun dolar AS, ditemukan bahwa 87 persen gagal memenuhi setengah dari 20 standar investasi bertanggung jawab.
Standar tersebut mencakup penarikan investasi dari bahan bakar fosil, perlindungan keanekaragaman hayati, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
“Jika sektor keuangan terus gagal mengatasi perubahan iklim, kerusakan alam, dan kesenjangan sosial, akan ada konsekuensi ekonomi yang besar, yang mengancam dunia yang aman dan sehat yang kita semua ingin tinggali,” ujar Claudia Gray, Kepala Riset Sektor Keuangan di ShareAction.