Pemerintah Siapkan Hutan Wakaf untuk Konservasi dan Pendidikan

Jakarta, sustainlifetoday.com – Pemerintah tengah merancang konsep hutan wakaf sebagai inovasi dalam pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Tidak hanya untuk pelestarian alam, hutan wakaf juga akan dimanfaatkan sebagai rumah ibadah dan sarana pendidikan di kawasan hutan lindung.
Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama (Kemenag), Waryono Abdul Ghafur, menilai skema ini sebagai langkah strategis dalam memperluas manfaat wakaf. Menurutnya, wakaf tidak hanya sebatas pembangunan masjid atau sekolah, tetapi juga bisa menjadi instrumen konservasi alam dan pemberdayaan ekonomi berbasis kehutanan.
“Dengan konsep ini, keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan dapat terjaga. Hutan wakaf bisa menjadi ruang ibadah, pendidikan, sekaligus ekosistem hijau yang bermanfaat bagi masyarakat,” ujarnya, Kamis (13/3).
Sementara itu, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial Kementerian Kehutanan, Mahfudz, menyatakan dukungannya terhadap inisiatif ini. Ia menekankan bahwa hutan wakaf memiliki potensi besar dalam rehabilitasi lahan kritis dan konservasi ekosistem.
“KLHK siap berkolaborasi dalam penyediaan bibit, regulasi kehutanan, serta dukungan teknis lainnya agar hutan wakaf dapat dikelola secara berkelanjutan,” kata Mahfudz.
Baca Juga:
- Kota di Indonesia Sudah Bisa Olah Sampah Jadi Listrik dan BBM pada 2030
- Alih Fungsi Lahan Ancam Ketahanan Pangan, Zulhas Turun Tangan
- Mayoritas Pembangkit Listrik Tenaga Sampah di Indonesia Mangkrak
Sebagai langkah awal, Kemenag dan KLHK akan menanam 1 juta pohon matoa di beberapa lokasi sebagai bagian dari gerakan rehabilitasi lingkungan berbasis wakaf. Kementerian Kehutanan akan menyediakan akses ke balai pembibitan di 38 provinsi serta melatih penyuluh kehutanan agar pengelolaan hutan wakaf berjalan dengan baik.
Di sisi lain, Kemenag akan mengusung konsep eco theology, yaitu mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam upaya konservasi lingkungan. Mahfudz menilai pendekatan ini bisa membangun kesadaran bahwa menjaga hutan merupakan bagian dari ibadah dan tanggung jawab sosial.
Sebagai tindak lanjut, pemerintah akan membentuk tim koordinasi lintas kementerian guna merumuskan panduan teknis dan kebijakan pengelolaan hutan wakaf. Model ini akan diuji coba di beberapa daerah, seperti Gunung Kidul, Kulon Progo, Kalimantan Barat, dan Aceh.
Selain itu, pemerintah berencana melakukan digitalisasi sertifikasi tanah wakaf untuk memastikan status kepemilikan dan pemanfaatannya memiliki legitimasi hukum yang kuat. Mahfudz menilai sinkronisasi UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan perlu dilakukan agar regulasi terkait pengelolaan hutan wakaf semakin jelas.
“Kami berharap wakaf bisa menjadi instrumen yang tidak hanya bermanfaat secara sosial dan ekonomi, tetapi juga berkontribusi dalam menjaga kelestarian lingkungan untuk pembangunan nasional yang berkelanjutan,” pungkasnya.