PHK 98% Karyawan, eFishery Lakukan Restrukturisasi?

Jakarta, sustainlifetoday.com – Perusahaan akuakultur berbasis teknologi, eFishery, dikabarkan telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 98% dari 1.500 karyawannya. Langkah signifikan ini diduga terkait dengan dugaan manipulasi laporan keuangan yang mengemuka sejak akhir tahun lalu.
Saat ini, perusahaan hanya menyisakan beberapa peran dalam divisi hilir (downstream), sumber daya manusia (HR), dan keuangan.
Seorang sumber yang mengetahui permasalahan ini mengonfirmasi bahwa PHK massal telah dilakukan. “Betul kabar tersebut, bahkan lebih dari 90%, tepatnya 98%. Disisakan downstream, HR, finance,” ujarnya, Senin (24/2).
Sebagaimana diketahui, pada akhir 2024 eFishery menghadapi skandal keuangan setelah penyelidikan internal menemukan adanya indikasi penggelembungan pendapatan hampir US$600 juta dalam sembilan bulan hingga September 2024. Angka tersebut setara dengan lebih dari 75% dari pendapatan yang dilaporkan.
Baca Juga:
- Rugikan Negara Rp193,7 Triliun, 3 Direksi Sub Holding Pertamina Jadi Tersangka
- Susu, Kurma, Telur Rebus, hingga Kolak akan Jadi Menu MBG Ramadan
- MBG Berlanjut di Ramadan, yang Tidak Puasa Makan Sembunyi-sembunyi
Akibat temuan ini, CEO sekaligus pendiri eFishery, Gibran Huzaifah, serta Chief Product Officer (CPO), Chrisna Aditya, dicopot dari jabatannya. Dewan direksi kemudian menunjuk penasihat dari FTI Consulting Singapore Pte untuk menangani situasi ini.
Dampak PHK Massal dan Restrukturisasi
Serikat pekerja eFishery, Serikat Pekerja PT Multidaya Teknologi Nusantara (SPMTN), mengecam kebijakan PHK ini. Mereka menduga bahwa langkah ini diambil untuk menghindari pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) bagi karyawan menjelang Lebaran.
“Kami mendesak perusahaan membatalkan rencana PHK massal dan tetap melanjutkan operasional,” bunyi pernyataan resmi SPMTN. Serikat pekerja juga menyoroti dampak luas dari kisruh internal eFishery terhadap para pembudidaya ikan dan udang. Banyak petani ikan kini kesulitan mendapatkan pakan, mengalami gangguan arus kas, dan kehilangan akses pasar yang sebelumnya disediakan oleh eFishery.
Perusahaan yang sebelumnya menjadi unicorn dengan valuasi US$1,4 miliar ini kini menghadapi masa depan yang tidak pasti. Investor masih mempertimbangkan dua opsi, antara melikuidasi atau merestrukturisasi perusahaan.
Sementara itu, penyelidikan terhadap dugaan kecurangan keuangan masih terus berjalan. Badan Reserse Kriminal Polri bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih mengusut lebih lanjut keterlibatan manajemen dalam skandal ini.