Mungkinkah Indonesia Lepas dari Ketergantungan Air Mineral Plastik?

Jakarta, sustainlifetoday.com – Di Indonesia, air mineral dalam kemasan plastik sekali pakai telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Dari kantor, sekolah, hingga acara-acara besar, botol plastik sekali pakai selalu tersedia.
Praktis dan mudah didapat, namun di balik kenyamanannya, ada dampak lingkungan yang serius. Mungkinkah masyarakat bisa mengurangi ketergantungan ini?
Menurut data dari National Plastic Action Partnership (NPAP), Indonesia menghasilkan sekitar 3,2 juta ton sampah plastik per tahun, dan lebih dari 1 juta ton di antaranya tidak terkelola dengan baik sehingga berakhir mencemari lingkungan, termasuk sungai dan laut. Salah satu penyumbang utama adalah botol air mineral plastik sekali pakai yang sering dibuang sembarangan atau tidak didaur ulang dengan benar.
Dr. Rina Suryani Oktaviani, peneliti lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), menyatakan bahwa plastik sekali pakai memiliki dampak jangka panjang terhadap lingkungan.
“Botol plastik membutuhkan waktu hingga 450 tahun untuk terurai secara alami. Sebagian besar akhirnya terfragmentasi menjadi mikroplastik yang mencemari tanah dan air, bahkan masuk ke dalam rantai makanan kita,” ujarnya.
Selain itu, produksi air mineral dalam kemasan juga menyumbang emisi karbon yang tinggi. Proses pembuatan botol plastik membutuhkan minyak bumi dan energi besar, belum lagi jejak karbon dari transportasi distribusi ke berbagai daerah.
Apakah Masyarakat Bisa Beralih ke Alternatif yang Lebih Ramah Lingkungan?
Beberapa negara telah berhasil mengurangi konsumsi plastik sekali pakai dengan kebijakan ketat dan inovasi alternatif. Di Jerman, misalnya, sistem Pfand diterapkan, di mana masyarakat membayar deposit tambahan saat membeli minuman dalam kemasan plastik dan bisa mendapat uangnya kembali jika mengembalikan botol tersebut ke mesin daur ulang.
Di Indonesia, upaya serupa mulai diterapkan, seperti galon isi ulang yang lebih tahan lama dibandingkan botol sekali pakai. Namun, perubahan kebiasaan masyarakat tetap menjadi tantangan utama.
Baca Juga:
- Ancaman Iklim Bisa Membuat Secangkir Kopi Jadi Tinggal Kenangan di 2050
- 5 Kafe dengan Konsep Ramah Lingkungan di Jakarta, Wajib Dicoba!
- Sampah Makanan Selalu Melonjak saat Ramadhan, Bagaimana Mengatasinya?
Menurut hasil survei dari Nielsen, 73% konsumen global menyatakan bersedia mengubah kebiasaan konsumsi mereka demi mengurangi dampak lingkungan. Namun, kesadaran ini masih harus didukung dengan regulasi dan fasilitas yang memadai.
Yusuf Wibisono, Direktur Eksekutif Sustainable Indonesia, menekankan pentingnya peran pemerintah dan industri dalam mendorong perubahan ini.
“Selain edukasi kepada masyarakat, kita perlu memperbanyak akses ke air minum isi ulang yang aman dan higienis. Jika masyarakat memiliki alternatif yang praktis dan terjangkau, mereka akan lebih mudah meninggalkan botol plastik sekali pakai,” jelasnya.
Solusi yang Bisa Dilakukan
Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan Sustain Peeps untuk mengurangi ketergantungan pada air mineral plastik sekali pakai:
Menggunakan Botol Minum Reusable – Dengan membawa botol sendiri, kita bisa mengurangi sampah plastik secara signifikan.
Mendukung Refill Station – Di beberapa kota besar, mulai muncul refill station atau pengisian ulang air minum yang lebih murah dibanding membeli botol baru. Dengan pemerataan refill station, pengurangan botol plastik sekali pakai diharapkan akan berkurang.
Mendorong Regulasi dan Insentif – Pemerintah bisa menerapkan kebijakan seperti pajak tambahan untuk plastik sekali pakai atau memberikan insentif bagi pelaku usaha yang menyediakan alternatif ramah lingkungan.
Meningkatkan Kesadaran Masyarakat – Kampanye edukasi terus diperlukan agar masyarakat memahami dampak jangka panjang dari konsumsi plastik sekali pakai.