Ahok Berpotensi Diperiksa Kejagung dalam Kasus Korupsi Pertamina

Jakarta, sustainlifetoday.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan tidak menutup kemungkinan untuk memeriksa mantan Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama atau disapa Ahok, terkait kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023.
Ahok diketahui menjabat sebagai Komisaris Utama PT Pertamina pada periode 2019-2024.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar, menegaskan bahwa seluruh pihak yang diduga terlibat dalam kasus ini akan diperiksa.
“Siapapun yang terlibat dalam perkara ini, baik berdasarkan keterangan saksi, maupun berdasarkan dokumen atau alat bukti yang lain pasti akan kita panggil untuk dimintai keterangan, siapapun,” jelasnya dalam konferensi pers, Rabu (26/2).
Sembilan Tersangka dan Kerugian Negara Rp193,7 Triliun
Hingga saat ini, Kejagung telah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka dalam kasus ini, yang terdiri dari enam pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta. Salah satu di antaranya adalah Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.
Selain itu, tersangka lainnya meliputi SDS, Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; YF, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; serta AP, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
Tiga tersangka dari pihak swasta adalah MKAN, Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa; DW, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan YRJ, Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Mera.
Baca Juga:
- Rugikan Negara Rp193,7 Triliun, 3 Direksi Sub Holding Pertamina Jadi Tersangka
- Bahaya! Ini Dampak Pakai BBM RON 90 di Mesin RON 92
- Ojol Wajib Tahu, Ini Bedanya THR dan BHR
Terbaru, Kejagung juga menetapkan Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya, serta VP Trading Produk Pertamina Patra Niaga, Edward Corne, sebagai tersangka.
Kejagung mengungkapkan bahwa total kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp193,7 triliun. Rinciannya, kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun, serta kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun.
Selain itu, terdapat kerugian akibat pemberian kompensasi pada 2023 sekitar Rp126 triliun, serta kerugian akibat pemberian subsidi pada tahun yang sama sebesar Rp21 triliun.