Kasus Pagar Laut, Kades Kohod dan Pelaku Lainnya Didenda Rp48 Miliar!

Jakarta, sustainlifetoday.com – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjatuhkan denda sebesar Rp48 miliar kepada dua pelaku pemasangan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di area lepas Pantai Tangerang, Banten.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, mengungkapkan bahwa dua pelaku tersebut adalah Kepala Desa Kohod, Arsin, dan seorang perangkat desa berinisial T.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan dan bukti-bukti yang ada, maka telah ditetapkan dua orang sebagai penanggung jawab pembangunan pagar laut, yaitu saudara A selaku kepala desa dan saudara T selaku perangkat desa,” ujar Trenggono dalam rapat di Komisi IV DPR, Kamis (27/2).
Trenggono menyatakan bahwa kedua pelaku telah menyatakan kesediaan mereka untuk membayar denda yang ditetapkan.
“Dan saat ini sudah dikenakan denda sebesar Rp 48 miliar sesuai dengan luasan dan ukuran. Lalu kemudian juga ada pernyataan,” tambahnya.
Baca Juga:
- Tok, Kades Kohod dan Tiga Orang Lainnya Jadi Tersangka di Kasus Pagar Laut Tangerang
- Benarkah Pagar Laut Bambu Bisa Cegah Abrasi? Ini Faktanya
- Misteri Pagar Laut 30 Km di Tangerang, Apa Dampaknya untuk Lingkungan?
Ia juga menjelaskan bahwa kasus pagar laut di Tangerang ini berbeda dengan kasus serupa di Bekasi, Jawa Barat. Jika di Tangerang pelaku utama adalah perangkat desa, maka di Bekasi tanggung jawab ada pada PT TRPN.
Menurutnya, PT TRPN telah menerima sanksi dan telah melakukan pembongkaran pagar laut secara mandiri.
“Selanjutnya PT TRPN telah melakukan pembongkaran mandiri pagar laut dan menyatakan bertanggung jawab serta bersedia membayar denda administrasi sesuai peraturan yang berlaku,” kata Trenggono.
Bareskrim Polri juga telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus pemalsuan dokumen Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di area pagar laut Tangerang.
Empat tersangka tersebut adalah:
- A (Kepala Desa Kohod)
- UK (Sekretaris Desa Kohod)
- SP
- CE (Penerima Kuasa)
Keempat tersangka diduga melakukan pemufakatan jahat dengan membuat serta menggunakan surat palsu. Dokumen tersebut digunakan untuk mengajukan permohonan pengukuran dan hak kepemilikan, yang kemudian menghasilkan 263 sertifikat atas nama warga desa.
Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa pemalsuan dokumen dilakukan karena faktor ekonomi. Namun, Bareskrim masih terus mendalami besaran keuntungan yang didapat masing-masing tersangka dari aksi ini.