Islamofobia Hambat Upaya PBB dalam Mewujudkan Dunia Berkelanjutan

Jakarta, sustainlifetoday.com – Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, menyampaikan keprihatinannya terhadap meningkatnya Islamofobia dan kebencian terhadap umat Muslim di berbagai belahan dunia.
Ia menekankan pentingnya tindakan global untuk mengatasi diskriminasi ini, termasuk langkah konkret dari platform teknologi daring guna membatasi penyebaran ujaran kebencian.
Dalam pesan video yang disampaikan menjelang Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia, Guterres menyoroti bagaimana bias terhadap Muslim semakin mengakar dalam kebijakan diskriminatif dan kekerasan fisik terhadap individu serta tempat ibadah.
“Kita sedang menyaksikan peningkatan yang mengkhawatirkan dalam kebencian terhadap Muslim. Mulai dari profiling rasial dan kebijakan diskriminatif yang melanggar hak asasi manusia serta martabat, hingga kekerasan terang-terangan terhadap individu dan tempat ibadah,” ujar Guterres, tanpa menyebutkan negara atau pemerintah tertentu, melansir Reuters pada Sabtu (15/3).
Menurutnya, peningkatan kebencian ini tidak hanya merusak hak asasi manusia, tetapi juga mengancam stabilitas sosial dan perdamaian global. Ia pun mendesak platform digital untuk mengambil tindakan lebih tegas dalam membatasi penyebaran ujaran kebencian.
“Platform daring harus menekan ujaran kebencian dan pelecehan. Kita semua harus bersuara menentang kefanatikan, xenofobia, dan diskriminasi,” tambahnya.
Fenomena Islamofobia memiliki dampak luas, termasuk terhadap keberlanjutan sosial. Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, diskriminasi berbasis agama dapat menghambat pencapaian masyarakat yang inklusif dan harmonis. Hal ini berkaitan erat dengan tujuan pembangunan berkelanjutan yang dicanangkan PBB, terutama dalam mengurangi ketimpangan sosial dan memperkuat institusi yang adil.
Masyarakat yang terpecah akibat ujaran kebencian dan diskriminasi akan menghadapi tantangan dalam membangun stabilitas sosial dan ekonomi. Di sektor bisnis dan investasi, meningkatnya Islamofobia bisa berdampak negatif pada produktivitas tenaga kerja akibat diskriminasi di tempat kerja. Selain itu, ketidakpercayaan akibat sentimen anti-Muslim dapat menghambat kolaborasi lintas budaya yang diperlukan dalam inovasi dan pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga:
- Mudik dengan Mobil Listrik? Ini Hal yang Wajib Dipersiapkan
- Meta Tolak Pembatasan Akses Digital untuk Remaja
- THR Cepat Habis? Simak Cara Bijak Mengaturnya
Di bidang lingkungan, Islamofobia juga dapat menghambat kerja sama global dalam mengatasi krisis iklim. Masalah lingkungan memerlukan solidaritas dan kolaborasi dari berbagai negara, agama, dan budaya. Namun, jika ketidakpercayaan dan diskriminasi terus meningkat, upaya bersama untuk mengatasi perubahan iklim dan degradasi lingkungan bisa terhambat.
Selama bertahun-tahun, para pegiat hak asasi manusia telah mengungkapkan kekhawatiran mengenai stigma yang dihadapi Muslim dan masyarakat Arab akibat pandangan keliru yang menghubungkan mereka dengan kelompok militan Islamis. Saat ini, banyak aktivis pro-Palestina, termasuk di negara-negara Barat seperti Amerika Serikat, mengeluhkan bahwa advokasi mereka untuk hak-hak Palestina sering kali disalahartikan sebagai dukungan terhadap Hamas.
Dalam beberapa pekan terakhir, lembaga pemantau hak asasi manusia telah merilis data yang menunjukkan rekor tertinggi insiden kebencian dan ujaran kebencian terhadap Muslim di negara-negara seperti Inggris, Amerika Serikat, dan India.
Menanggapi tren yang mengkhawatirkan ini, Guterres menegaskan bahwa dunia harus bersatu dalam melawan segala bentuk diskriminasi dan kebencian berbasis agama. PBB juga mendorong pemerintah di seluruh dunia untuk memperkuat kebijakan dalam melindungi hak-hak minoritas Muslim serta menegakkan hukum terhadap tindakan diskriminatif.
Melawan Islamofobia bukan hanya tentang melindungi hak asasi manusia, tetapi juga langkah penting dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil, damai, dan berkelanjutan. Jika dunia ingin mencapai target pembangunan berkelanjutan, maka setiap individu, tanpa memandang latar belakang agama dan budaya, harus diberikan ruang yang setara untuk berkontribusi dalam pembangunan global.