BMKG Ungkap Penyebab Banjir Jabodetabek

Jakarta, sustainlifetoday.com – Banjir merendam sejumlah wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) pada Selasa (4/3), akibat hujan lebat yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan bahwa cuaca ekstrem yang terjadi sudah diprediksi sebelumnya oleh BMKG. Menurutnya, hujan lebat yang menyebabkan banjir ini dipengaruhi oleh beberapa faktor atmosfer.
“Hal itu disebabkan, saat itu kami mendeteksi adanya gelombang atmosfer seperti Rossby Ekuatorial, kemudian juga gelombang Kelvin, kemudian terjadi low pressure area, dan pertemuan beberapa belokan dan pertemuan angin dari berbagai arah,” ujar Dwikorita dalam wawancara dengan TVRI yang diunggah di Instagram BMKG, Selasa (4/3).
Dwikorita menambahkan bahwa BMKG telah memprediksi potensi hujan lebat hingga sangat lebat yang bisa berkembang menjadi cuaca ekstrem di beberapa wilayah.
“Terutama di sebagian besar Sumatera dan Jawa, serta Kalimantan bagian barat dan tengah, kemudian juga di Sulawesi bagian utara, Maluku Utara, serta Kepulauan Papua yang dapat menimbulkan bencana hidrometeorologi,” lanjutnya.
Baca Juga:
- BMKG Prediksi Puncak Cuaca Ekstrem Terjadi pada 11 Maret
- Lewat Danantara, Empat Negara Tertarik Gelontorkan Investasi Hijau di RI
- Ini Keuntungan Menabung di Bank Emas
BMKG juga memperkirakan bahwa cuaca ekstrem masih berpotensi terjadi di Jabodetabek dalam sepekan ke depan. Oleh karena itu, BMKG terus memperbarui informasi dan memberikan peringatan dini terkait cuaca ekstrem.
Dwikorita menjelaskan bahwa penyebab banjir kali ini berbeda dari banjir besar pada 2020. Saat itu, banjir dipicu oleh fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO) dan seruakan dingin dari dataran tinggi Asia.
“Karena saat itu, selain MJO, juga masuknya seruakan udara dingin dari dataran tinggi Asia. Kalau kali ini memang ada pengaruh MJO, kemudian juga adanya pengaruh gelombang atmosfer, serta juga pengaruh kondisi lokal,” jelasnya.
Beberapa hari sebelum kejadian, BMKG telah mendeteksi kumpulan awan Cumulonimbus yang meluas dari Jawa Barat hingga Jakarta. Awan ini juga terlihat di Sumatera bagian selatan dan bergerak ke arah Jambi, Bengkulu, hingga Sumatera Barat.
“Jadi fenomenanya tidak sama persis, tapi yang sama adalah fenomena MJO, kemudian juga sirkulasi siklonik juga terjadi di wilayah Samudra Hindia barat daya Bengkulu, sehingga mempengaruhi gelombang tinggi dan karena ada gelombang Rossby,” tutup Dwikorita.