Sering Diabaikan, Puntung Rokok Ternyata Jadi Masalah bagi Lingkungan

Jakarta, sustainlifetoday.com — Peringatan tentang bahaya rokok terhadap kesehatan telah menjadi bagian dari keseharian kita. Gambar kanker paru-paru pada bungkus, kampanye kesehatan publik, hingga iklan layanan masyarakat menyuarakan risikonya. Namun, satu sisi dari rokok masih luput dari sorotan, yaitu limbahnya.
Puntung rokok atau filter adalah warisan toksik yang tersebar di mana-mana. Meski kecil dan tampak sepele, limbah ini menyimpan zat berbahaya dan sangat sulit terurai. Bahan dasarnya adalah selulosa asetat, plastik semi-sintetik yang tidak hanya tahan lama, tapi juga berpotensi mencemari tanah dan perairan dalam jangka waktu panjang.
Menurut The Tobacco Atlas, Indonesia merupakan produsen tembakau terbesar ketujuh di dunia, dengan produksi mencapai 197.250 ton per tahun. Dari sisi konsumsi, Indonesia mencatatkan angka tinggi, yakni 406,858 juta batang rokok yang dikonsumsi penduduk usia 15 tahun ke atas setiap tahun. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan Thailand, Vietnam, bahkan Australia.
Dengan konsumsi sebesar itu, jutaan puntung rokok setiap tahun berakhir di jalanan, saluran air, hingga pantai. Data dari International Coastal Cleanup (ICC) menunjukkan bahwa selama lebih dari 25 tahun, puntung rokok merupakan jenis sampah yang paling sering ditemukan di pesisir. Jumlahnya bahkan melebihi botol plastik dan kantong kresek.
Baca Juga:
- SustainLife Today Luncurkan Majalah Edisi Perdana Q1-2025
- 6 Finalis Siap Bertarung di Grand Prix Round Jakarta International Choral Festival (JICF) 2025
- Buang Emisi Berbahaya ke Udara, KLH Segel Pabrik Aluminium di Cikarang
Di Indonesia, penelitian di 15 pantai di Jawa Timur membuktikan ancaman serupa. Dari Malang hingga Banyuwangi, sebagian besar lokasi menunjukkan tingkat pencemaran parah akibat akumulasi puntung rokok. Ukurannya yang kecil, sekitar 0,5 hingga 2,5 cm, justru membuatnya lebih berbahaya karena mudah lolos dari proses penyaringan dan lebih cepat berubah menjadi mikroplastik.
Riset dalam jurnal Polymers serta Environmental Science & Technology menyebut ketika puntung rokok masuk ke laut, ia terpapar air asin, gesekan pasir, dan sinar UV. Semua elemen ini mempercepat perubahan filter menjadi mikroplastik, partikel kecil yang sangat sulit dilacak namun sangat mudah masuk ke tubuh organisme laut.
Salah satu spesies yang terdampak adalah cacing laut Capitella teleta. Penelitian menunjukkan bahwa paparan mikroplastik dari puntung rokok menyebabkan penurunan jumlah telur dan frekuensi reproduksi pada cacing ini. Efek tersebut mencerminkan dampak toksik yang merusak rantai kehidupan laut.
Masalah tidak berhenti di laut. Di darat, kandungan zat beracun dalam puntung rokok juga mengganggu pertumbuhan tanaman. Penelitian dalam jurnal Sustainability menunjukkan penurunan tajam dalam tingkat perkecambahan dan pertumbuhan akar pada tanaman seperti selada dan rumput taman akibat kontaminasi puntung rokok.
Warisan racun dari sebatang puntung yang dibuang sembarangan bisa menghancurkan ekosistem dari dasar. Ini menambah panjang daftar kerusakan yang ditinggalkan oleh industri tembakau, bukan hanya terhadap kesehatan manusia, tetapi juga lingkungan hidup secara menyeluruh.
Rachel Carson dalam bukunya yang berjudul Silent Spring, pernah mengingatkan bahwa kerusakan lingkungan kerap dimulai dari hal kecil yang dampaknya menjalar.
“Kita meracuni serangga kecil di danau, dan racun itu menjalar dari satu mata rantai makanan ke mata rantai berikutnya, hingga akhirnya burung-burung di tepi danau menjadi korbannya,” tulis Rachel Carson.
Puntung rokok adalah simbol kecil dari krisis besar yang tidak kasatmata. Jika kita ingin membangun masa depan yang benar-benar berkelanjutan, mungkin sudah saatnya melihat rokok bukan hanya sebagai ancaman kesehatan, tapi juga sebagai limbah ekologis yang mendesak untuk ditangani.