Perang Rating Google Maps Rinjani dan Hutan Amazon Bisa Rugikan Pariwisata dan Lingkungan

Jakarta, sustainlifetoday.com — Fenomena “perang rating” di platform Google Maps kembali menjadi sorotan. Kali ini, giliran Hutan Amazon di Brasil yang menjadi sasaran ulasan bintang satu dari warganet Indonesia. Aksi ini disebut-sebut sebagai bentuk balasan atas hujan rating negatif yang sebelumnya menimpa Gunung Rinjani di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Semua bermula dari insiden jatuhnya pendaki asal Brasil, Juliana Marins (27), di Gunung Rinjani pada 21 Juni 2025. Kritik terhadap proses evakuasi yang dinilai lambat memicu kemarahan warganet Brasil. Banyak dari mereka kemudian melampiaskan kekecewaan melalui ulasan negatif di laman Google Maps Gunung Rinjani, lengkap dengan komentar bernada protes.
Merespons aksi tersebut, sejumlah warganet Indonesia memilih ‘membalas’ dengan cara serupa.
Pantauan SustainLife Today pada Senin (30/6), warganet Indonesia menyerbu laman Google Maps Hutan Amazon dan melayangkan ulasan bintang satu. Sejak beberapa hari terakhir, komentar bernada satir hingga sarkastik membanjiri halaman tersebut.
Salah satu komentar berbunyi:
“Tidak layak disebut paru-paru dunia jika dibiarkan terbakar setiap tahun. Pemerintah tidak serius menjaga lingkungan. Pariwisata pun tidak ramah, akses buruk, dan ekosistem hancur!!!”
Ada pula yang menulis:
“Sayang banget, jauh jauh pergi ke situ ternyata tidak jual tahu bulat, laper banget cuman bisa makan kura-kura satu kaki hybrid,” tulis pengguna lainnya.
Baca Juga:
- SustainLife Today Luncurkan Majalah Edisi Perdana Q1-2025
- 6 Finalis Siap Bertarung di Grand Prix Round Jakarta International Choral Festival (JICF) 2025
- Hasil Autopsi: Pendaki Brasil yang Tewas di Rinjani Bukan karena Kelaparan
Meskipun dianggap lucu atau patriotik oleh sebagian pihak, fenomena ini mengangkat pertanyaan serius tentang etika digital dalam konteks keberlanjutan global. Baik Gunung Rinjani maupun Hutan Amazon adalah kawasan konservasi penting yang memerlukan perlindungan lintas negara dan kerja sama global, bukan menjadi korban konflik emosional daring.
Platform seperti Google Maps, TripAdvisor, dan sejenisnya memainkan peran besar dalam persepsi publik terhadap destinasi wisata. Namun ketika ruang digital dimanfaatkan sebagai sarana balas dendam, yang dirugikan bukan hanya pariwisata, tetapi juga ekosistem dan masyarakat lokal yang bergantung pada keberlanjutan wilayah tersebut.
Alih-alih saling menjatuhkan, insiden ini seharusnya menjadi momentum untuk mendorong dialog lintas budaya dan edukasi publik tentang pentingnya literasi digital serta tanggung jawab kolektif menjaga lingkungan.
Sebab, satu ulasan bintang satu mungkin tak berarti apa-apa bagi algoritma. Tapi berjuta-juta ulasan negatif tanpa dasar dapat memadamkan cahaya destinasi alam yang berharga.