DPR dan Pemerintah Beda Pandangan Soal Insentif Kendaraan Listrik

JAKARTA, sustainlifetoday.com – Pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp13,27 triliun untuk insentif pembelian kendaraan listrik berbasis baterai dalam tahun anggaran 2025. Anggaran tersebut masuk dalam paket stimulus ekonomi yang ditujukan untuk meningkatkan konsumsi domestik sekaligus mendukung transformasi sektor transportasi menuju energi bersih.
Namun, kebijakan ini mendapat sorotan dari Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PAN, Andi Yuliani, yang mempertanyakan apakah stimulus sebesar itu benar-benar menyasar masyarakat luas.
“Ini besar sekali. Ini siapa yang menikmati? Rp13,27 triliun ini yang menikmati bukan rakyat. Padahal judulnya paket stimulus untuk menstimulasi konsumsi rakyat,” kata Andi dalam Rapat Kerja Komisi XI bersama Kementerian Keuangan, BI, dan Bappenas di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (3/7).
Ia membandingkan alokasi anggaran kendaraan listrik dengan anggaran untuk bantuan pangan, yang dalam Stimulus II hanya mencapai Rp11,93 triliun.
Baca Juga:
- Riset BRIN: Dugong Berkontribusi pada Mitigasi Iklim
- Eropa Dilanda Gelombang Panas Ekstrem, Menara Eiffel Terpaksa Ditutup
- Sering Diabaikan, Puntung Rokok Ternyata Jadi Masalah bagi Lingkungan
Menurutnya, bantuan langsung seperti pangan lebih mendesak di tengah meningkatnya potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) dan tekanan ekonomi masyarakat bawah.
“Bantuan pangan ini menjadi penting, bukan hanya menjelang pilpres saja, tapi juga karena saat ini masyarakat sedang kesulitan,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa insentif kendaraan listrik merupakan bagian dari strategi jangka panjang dalam mendukung hilirisasi mineral strategis dan menciptakan ekosistem industri hijau bernilai tambah di dalam negeri.
“Ini bagian dari strategi menciptakan hilirisasi strategic mineral Indonesia. Jadi salah satu ujungnya [kendaraan listrik] adalah industri yang sangat dibutuhkan dunia,” jelas Sri Mulyani.
Ia menambahkan bahwa insentif kendaraan listrik tidak hanya ditujukan untuk konsumen, tetapi juga sebagai langkah transformatif dalam mendorong pergeseran sistem transportasi nasional ke arah ekonomi rendah karbon.
“Lebih kepada transportasi ekonominya, menciptakan nilai tambah yang dihitung secara menyeluruh,” kata dia.