Berbahan Alam, Jamu Adalah Masa Depan Kesehatan Berkelanjutan Indonesia

Jakarta, sustainlifetoday.com — Dalam momentum Hari Jamu Nasional yang diperingati setiap 27 Mei, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menegaskan satu pesan penting: obat berbahan alam, termasuk jamu, adalah masa depan kesehatan Indonesia.
Bagi Direktur Produksi dan Distribusi Farmasi Kemenkes, Dita Novianti Sugandi, jamu tak hanya warisan leluhur, tapi juga jalan strategis menuju sistem kesehatan nasional yang lebih mandiri, inklusif, dan berbasis kearifan lokal.
“Dari jamu, kita meresapi budaya, memperoleh manfaat kesehatan, dan melihat potensi ekonomi yang besar,” ujarnya dalam peringatan Hari Jamu Nasional, Minggu (25/5).
Sebagai negara megabiodiversitas, Indonesia menyimpan kekayaan hayati yang luar biasa. Salah satunya adalah temulawak, yang kini diakui sebagai Tanaman Obat Indonesia Unggulan (TOIU) berkat manfaatnya yang telah diuji dari sisi empiris maupun ilmiah.
Baca Juga:
- Ecoplease Hadirkan Solusi Kemasan Tanpa Mikroplastik, Dorong Industri F&B Lebih Ramah Lingkungan
- DPR Dukung Implementasi Biodiesel B50 di Tahun 2026
- Segara Naturals Hadirkan Produk Perawatan Diri Ramah Lingkungan, Solusi Bersih untuk Kulit dan Bumi
Pilar Transformasi Kesehatan Nasional
Dengan hadirnya UU No. 17/2023 tentang Kesehatan dan PP No. 28/2024, peang untuk mengintegrasikan jamu dan obat berbahan alam ke dalam layanan kesehatan formal kini terbuka lebar. Tidak hanya bisa digunakan secara mandiri oleh masyarakat, jamu juga mulai digunakan di fasilitas pelayanan kesehatan resmi.
Langkah ini tidak hanya menyehatkan, tetapi juga menguatkan industri lokal dan mengurangi ketergantungan pada obat sintetis impor.
Dari Warisan Menjadi Inovasi
Mohamad Kashuri, Deputi II BPOM, menyebut jamu bukan sekadar peninggalan masa lalu, melainkan simbol masa depan kesehatan bangsa.
“Jamu adalah cerminan budaya dengan bukti empiris yang kuat dan ditopang oleh sains yang terus berkembang,” jelasnya.
Kashuri menekankan pentingnya membawa jamu keluar dari ruang seminar dan menjadikannya produk nyata yang berdaya saing tinggi. Hal ini membutuhkan kolaborasi lintas sektor: antara akademisi, dokter, industri, dan pengembang obat tradisional seperti PDPOTJI.
BPOM juga tengah mempercepat proses uji klinik melalui regulatory innovation, guna memastikan produk jamu lolos pasar dengan standar tinggi.
Lebih jauh lagi, BPOM bahkan tengah mendorong jamu masuk ke dalam Formularium Nasional agar kelak dapat ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Ini adalah langkah besar menuju sistem kesehatan yang tidak hanya universal, tapi juga berakar pada kekayaan lokal.
Investasi pada Pengetahuan dan Generasi Muda
Sebagai bagian dari transformasi jangka panjang, BPOM juga tengah mendorong pengembangan kurikulum pendidikan tentang obat tradisional di berbagai jenjang. Harapannya, generasi muda tidak hanya mengenal jamu sebagai minuman warung, tetapi juga sebagai potensi riset, inovasi, dan bahkan karier masa depan. Insentif juga didorong untuk peneliti dan pelaku industri agar ekosistem inovasi terus tumbuh.