Studi: Gen Alpha Akan Hadapi 7 Kali Lebih Banyak Bencana Iklim!

Jakarta, sustainlifetoday.com — Sebuah studi terbaru yang dipublikasikan di jurnal Nature mengungkapkan bahwa Generasi Alpha, anak-anak yang lahir antara 2010 hingga 2025 berpotensi menghadapi dampak terburuk dari krisis iklim global.
Penelitian tersebut memproyeksikan bahwa anak-anak yang lahir pada tahun 2020 akan mengalami dua hingga tujuh kali lebih banyak kejadian iklim ekstrem sepanjang hidup mereka dibandingkan dengan generasi yang lahir pada 1960.
Peneliti utama Luke Grant dari Canadian Centre for Climate Modelling and Analysis menyebut bahwa gelombang panas ekstrem, banjir besar, gagal panen, dan bencana lain akan menjadi bagian tak terhindarkan dari hidup sebagian besar anak-anak saat ini, terutama jika suhu bumi meningkat lebih dari 2 derajat Celcius.
“Jika suhu meningkat hingga 3,5 derajat Celcius, lebih dari 90 persen anak-anak yang lahir saat ini akan mengalami gelombang panas mematikan,” ujar Grant, dikutip Selasa (3/6).
“Bahkan dalam skenario terbaik, sekitar setengah dari mereka tetap akan terpapar kondisi iklim ekstrem yang belum pernah terjadi sebelumnya,” lanjut Grant.
Studi ini memadukan data demografi global, proyeksi populasi, dan harapan hidup dengan tiga skenario proyeksi iklim: pemanasan global sebesar 1,5°C, 2,7°C, dan 3,5°C pada akhir abad ini.
Hasilnya menunjukkan peningkatan tajam dalam paparan terhadap peristiwa cuaca ekstrem, termasuk kekeringan, kebakaran hutan, siklon, dan gagal panen, terutama di negara-negara tropis dan berkembang.
Baca Juga:
- Rayakan HUT ke-26, PNM Gelar Aksi Bersih-Bersih Lingkungan
- PTBA Tegaskan Komitmen Good Mining Practice demi Tambang Berkelanjutan
- Soroti Dampak Tambang Nikel, Moeldoko Dorong Transisi yang Bertanggung Jawab
Anak-anak dari kelompok ekonomi rendah disebut sebagai kelompok paling rentan. Dalam skenario pemanasan 3,5°C, sebanyak 92 persen dari anak-anak usia lima tahun dari kelompok miskin akan terdampak, dibandingkan 79 persen dari kelompok ekonomi lebih tinggi.
Rosanna Gualdi dan Raya Muttarak dari Universitas Bologna menyoroti ketimpangan ini dalam artikel pendamping mereka.
“Jika emisi terus dilepaskan dalam laju saat ini, krisis iklim akan menimpa anak-anak kita dengan frekuensi dan intensitas yang belum pernah ada sebelumnya. Ini adalah kesenjangan antar-generasi yang sangat mengkhawatirkan,” ujar Rosanna Gualdi dan Raya Muttarak dalam artikelnya.
Kecemasan iklim kini menjadi hal umum di kalangan anak muda. Survei YouGov yang dilakukan atas permintaan Greenpeace menunjukkan bahwa hampir 80 persen anak di bawah usia 12 tahun mengaku merasa cemas terhadap perubahan iklim.
Para ilmuwan memperingatkan, tanpa langkah mitigasi yang signifikan, generasi mendatang akan menghadapi dunia yang jauh lebih panas, tidak stabil, dan rawan bencana.
“Populasi global akan hidup dalam kondisi yang melampaui batas alami, dan apa yang kita lakukan hari ini akan menentukan seberapa besar risiko itu diwariskan kepada anak-anak kita,” ujar Grant.