Lebih dari Seperlima Lautan Dunia Mengalami Penggelapan, Apa yang Terjadi?

Jakarta, sustainlifetoday.com — Sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal Global Change Biology menunjukkan bahwa lebih dari 20 persen lautan global mengalami penggelapan dalam kurun waktu 2003 hingga 2022. Penggelapan tersebut terdeteksi di wilayah laut terbuka hingga pesisir, dengan implikasi yang dinilai serius terhadap kehidupan laut dan keseimbangan ekosistem global.
Penurunan kejernihan laut ini mengakibatkan menyusutnya zona fotik, yaitu lapisan teratas laut yang masih dapat ditembus cahaya Matahari dan memungkinkan proses fotosintesis oleh fitoplankton dan alga. Zona ini berperan penting dalam produksi oksigen dan menjadi habitat bagi sekitar 90 persen spesies laut.
Dalam studi tersebut, para peneliti menemukan bahwa sekitar 9 persen lautan—setara dengan lebih dari 32 juta km persegi atau seluas Benua Afrika—mengalami penurunan kedalaman zona fotik lebih dari 50 meter. Sementara itu, 2,6 persen wilayah laut lainnya menunjukkan penurunan hingga lebih dari 100 meter dibandingkan kondisi pada 2003.
“Temuan kami memberikan bukti bahwa perubahan ini menyebabkan perluasan wilayah laut yang mengalami penggelapan, sehingga mengurangi ruang hidup organisme yang bergantung pada cahaya Matahari dan bulan untuk bertahan hidup dan bereproduksi,” ujar Dr. Thomas Davies, Associate Professor bidang Konservasi Kelautan dari University of Plymouth, dalam keterangannya dilansir Rabu (4/6).
Davies juga menyoroti dampak lanjutan yang bisa dirasakan manusia, terutama terkait produksi pangan laut dan ketersediaan oksigen.
“Kita bergantung pada lautan dan zona fotiknya untuk udara yang kita hirup, ikan yang kita makan, serta kemampuan kita melawan perubahan iklim. Oleh karena itu, temuan ini merupakan alasan serius untuk meningkatkan kewaspadaan,” katanya.
Baca Juga:
- Obligasi Hijau Capai Rp36 Triliun, OJK: Kesadaran ESG Terus Tumbuh
- Pulang dari Portugal, Putri Zulhas Bawa Ilmu Baru Soal Pengelolaan Sampah
- Pandemi COVID-19 Bisa Terjadi Lagi Akibat Krisis Iklim?
Studi ini memanfaatkan data citra satelit Ocean Color Web milik NASA yang dikombinasikan dengan algoritma pengukuran cahaya dalam air laut untuk menentukan kedalaman zona fotik di berbagai wilayah. Selain itu, model iradiasi Matahari dan bulan juga digunakan untuk mengamati dampak terhadap spesies laut pada kondisi siang dan malam hari.
Peneliti juga mencatat bahwa penggelapan laut paling nyata terjadi di wilayah-wilayah yang terdampak signifikan oleh perubahan iklim, seperti sekitar Arktik dan Antartika, bagian atas Arus Teluk, serta perairan tertutup seperti Laut Baltik. Di wilayah pesisir, curah hujan membawa sedimen, limpasan pertanian, dan bahan organik yang memperkeruh laut serta menghambat penetrasi cahaya.
“Jika zona fotik berkurang sekitar 50 meter di sebagian besar lautan, maka hewan-hewan yang bergantung pada cahaya akan terdorong ke permukaan, yang berarti mereka harus bersaing lebih keras untuk mendapatkan makanan dan sumber daya,” kata Prof. Tim Smyth, Kepala Sains Biogeokimia dan Observasi dari Plymouth Marine Laboratory.
Ia menambahkan, kondisi ini berpotensi memicu perubahan mendasar dalam struktur dan dinamika ekosistem laut.
Di sisi lain, sekitar 10 persen wilayah laut global tercatat mengalami peningkatan kecerahan. Namun, secara keseluruhan, tren penggelapan laut dinilai lebih dominan dan berisiko besar terhadap kelangsungan hidup biota laut serta sistem pendukung kehidupan di Bumi.
Sebagai langkah mitigasi, para peneliti mendorong pemangku kepentingan untuk mengambil tindakan dari daratan, termasuk memulihkan lahan basah, memperbaiki sistem pengelolaan air limbah, serta menurunkan emisi gas rumah kaca di wilayah laut terbuka. Selain itu, kejernihan laut dinilai perlu menjadi indikator lingkungan yang rutin dipantau.