Pandemi COVID-19 Bisa Terjadi Lagi Akibat Krisis Iklim?

Jakarta, sustainlifetoday.com — Di tengah lonjakan kasus COVID-19 di beberapa negara Asia, Kementerian Kesehatan RI mengeluarkan Surat Edaran terbaru yang menekankan pentingnya kewaspadaan lintas sektor terhadap wabah penyakit menular. Meski kasus di Indonesia menurun, risiko wabah masih membayangi dan kini semakin dikaitkan dengan krisis iklim global.
“Memasuki minggu ke-12 tahun 2025, COVID-19 menunjukkan peningkatan di Thailand, Hong Kong, Malaysia, dan Singapura,” ujar Plt. Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Murti Utami dilansir pada Senin (2/6).
“Meski transmisi relatif rendah, kami tetap mendorong penguatan deteksi dini dan kesiapsiagaan di seluruh wilayah,” lanjut Murti Utami.
Di Indonesia, hanya tiga kasus COVID-19 terkonfirmasi pada minggu ke-20. Namun, Murti menekankan bahwa rendahnya angka kasus bukan alasan untuk lengah.
“Gejala seperti ILI, SARI, dan pneumonia harus tetap dipantau, termasuk lewat sistem SKDR,” tegasnya.
Baca Juga:
- Penelitian Ungkap Kucing Bisa Bedakan Bau Pemiliknya
- Krisis Iklim Picu Lonjakan Risiko Kanker untuk Perempuan
- KLH Serukan Idul Adha 2025 Bebas Sampah Plastik
Konteks global menjadi lebih rumit ketika data ilmiah terbaru menunjukkan hubungan erat antara wabah dan krisis iklim. Studi dari University of New South Wales dalam jurnal Interactions between Climate and COVID-19 menyoroti tiga jalur keterkaitan antara pandemi dan perubahan iklim: cuaca ekstrem yang memperburuk transmisi, tekanan terhadap sistem kesehatan, dan meningkatnya kerentanan masyarakat.
“Pandemi COVID-19 telah menunjukkan bagaimana perubahan lingkungan bisa meningkatkan risiko penyakit menular,” ujar Dr. Patrice Pottier, penulis utama studi tersebut.
“Ketika suhu meningkat dan habitat terganggu, manusia dan hewan terpaksa berpindah dan berinteraksi lebih dekat, ini membuka peluang besar bagi patogen untuk menyebar,” lanjutnya.
Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO, juga menegaskan dalam pidatonya pada Majelis Kesehatan Dunia jika pandemi bisa saja terjadi lagi.
“Kita tidak akan pernah aman dari pandemi berikutnya jika terus mengabaikan hubungan kritis antara manusia, hewan, patogen, dan perubahan iklim.”
Kemenkes pun mengingatkan bahwa perlindungan kesehatan masyarakat ke depan tidak bisa hanya mengandalkan sistem medis.
“Respons terhadap penyakit harus menyatu dengan mitigasi bencana, pengelolaan lingkungan, dan pembangunan berkelanjutan,” kata Murti.
Konsep One Health yang menempatkan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan dalam satu kesatuan sistemik kembali disorot sebagai pendekatan masa depan. Dalam kondisi krisis iklim saat ini, pendekatan kolaboratif lintas sektor dinilai bukan lagi opsi, tapi keharusan.