Pemerintah dan Akademisi Dorong Ekosistem Digital yang Aman dan Berkelanjutan

Jakarta, sustainlifetoday.com – Kementerian Komunikasi dan Digital (KOMDIGI) bersama Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggelar seminar bertajuk “Ruang Digital Aman dan Sehat bagi Anak”, yang berlangsung secara hybrid dan dihadiri oleh lebih dari 500 peserta lintas kampus dan komunitas.
Acara ini diselenggarakan demi menjawab tantangan ruang digital yang semakin tak terpisahkan dari kehidupan anak-anak, namun juga menimbulkan risiko-risiko baru yang mengancam tumbuh kembang generasi muda.
Seminar ini menjadi momen penting untuk mendalami Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2025 (PP TUNAS), sebuah regulasi baru yang diinisiasi di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Aturan ini menggarisbawahi tanggung jawab penyelenggara sistem elektronik dalam menjaga ruang digital agar tetap aman, transparan, dan sesuai dengan tahapan tumbuh kembang anak.
“PP TUNAS adalah respons konkret terhadap krisis digital. Bukan soal membatasi, tapi soal memastikan anak-anak Indonesia punya ruang digital yang mendukung mereka tumbuh dengan sehat,” ujar Yudhi Syahrial dari KOMDIGI.
Dalam sambutannya, Marolli Jeni Indarto dari KOMDIGI mengungkapkan data yang memprihatinkan: Indonesia menduduki peringkat keempat dunia dalam kasus pornografi anak, dan 48% anak Indonesia pernah mengalami perundungan online. Hal ini menegaskan bahwa perlindungan digital bukan lagi pilihan, tetapi kebutuhan mendesak.

“PP TUNAS bukan larangan. Ini adalah jembatan menuju ruang digital yang aman, mendidik, dan sesuai usia. Negara hadir untuk melindungi anak-anaknya,” tegas Marolli
Prof. Asep Saepudin Jahar, Rektor UIN Jakarta, menegaskan bahwa literasi digital harus ditanamkan sejak dini dan tidak hanya menyasar anak-anak, tetapi juga orang dewasa.
Baca Juga:
- Re-Spark SRE ITS Hadirkan PLTS dan Edukasi Energi Terbarukan ke Sekolah Sidoarjo
- Muhammadiyah Dorong Gerakan Green Masjid untuk Kehidupan Berkelanjutan
- BMKG Prediksi Fenomena Kemarau Basah Terjadi hingga Bulan Agustus
“Kita saja masih bisa terpengaruh secara emosi dan psikis di dunia digital. Bayangkan dampaknya pada anak,” ujarnya.
Sementara itu, pakar digital culture Rulli Nasrullah mengingatkan bahwa literasi digital sejati mencakup kemampuan berpikir kritis, mengevaluasi informasi, hingga menciptakan konten secara bertanggung jawab.
“Gadget bukan pengganti kehadiran orang tua. Teknologi harus memperkuat, bukan menggantikan peran keluarga,” ujarnya.
Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. Gun Gun Heryanto, menyuarakan perlunya peta jalan digital yang jelas.
“Kita butuh regulasi tegas dan akuntabilitas dari semua pihak. Tidak cukup hanya imbauan moral. Keluarga, sekolah, dan pemerintah harus bersinergi,” tegasnya.
Executive Director dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan, Nisa Felicia, menambahkan bahwa PP TUNAS akan mendorong penilaian risiko digital dan pengelolaan akun sesuai usia.
“Kami yakin, jika regulasi diperkuat dan literasi ditanamkan, ekosistem digital yang sehat bukan lagi impian,” ujarnya.