Krisis Iklim Picu Lonjakan Risiko Kanker untuk Perempuan

Jakarta, sustainlifetoday.com – Pemanasan global bukan hanya ancaman lingkungan, tetapi juga krisis kesehatan yang nyata bagi perempuan. Studi terbaru yang menganalisis tren kanker di 17 negara Timur Tengah dan Afrika Utara menemukan bahwa peningkatan suhu, yang didorong oleh krisis iklim, berhubungan langsung dengan peningkatan risiko kanker fatal pada perempuan.
Empat jenis kanker utama, yaitu payudara, ovarium, rahim, dan serviks menunjukkan peningkatan prevalensi dan mortalitas seiring naiknya suhu global.
“Seiring meningkatnya suhu, mortalitas kanker di kalangan perempuan juga meningkat, terutama untuk kanker ovarium dan payudara,” ujar penulis utama studi, Dr. Wafa Abuelkheir Mataria dari Universitas Amerika di Kairo, dikutip dari Independent, Jumat (30/5).
Para peneliti mencatat bahwa setiap kenaikan suhu satu derajat Celsius antara tahun 1998 hingga 2019 berkorelasi signifikan secara statistik dengan peningkatan angka kejadian dan kematian akibat kanker. Temuan ini menambah daftar panjang dampak kesehatan dari perubahan iklim, khususnya bagi kelompok rentan seperti perempuan.
Baca Juga:
- Dukung Transisi Hijau, China Siapkan Proyek Iklim di Negara Kepulauan Pasifik
- Kopi Nako Hadirkan Pengalaman Kopi Modern Bernuansa Tradisi dan Alam
- WMO: Tahun 2025–2029 Berpotensi Jadi Periode Terpanas dalam Sejarah
“Meski peningkatan per derajat kenaikan suhu tidak terlalu besar, dampak kesehatan masyarakat kumulatifnya cukup besar,” katanya.
Menurut Dr. Sungsoo Chun, salah satu penulis studi, suhu ekstrem dapat meningkatkan paparan terhadap karsinogen, mengganggu akses dan kualitas layanan kesehatan, bahkan mengubah proses biologis di tingkat seluler.
“Perempuan secara fisiologis lebih rentan terhadap risiko kesehatan terkait iklim, khususnya selama kehamilan,” jelasnya.
Kerentanan ini semakin memburuk dengan adanya ketimpangan struktural yang membatasi akses perempuan ke layanan kesehatan.
“Perempuan yang terpinggirkan menghadapi risiko yang berlipat ganda karena mereka lebih terpapar pada bahaya lingkungan dan kurang mampu mengakses layanan skrining dan perawatan dini,” tambah Chun.
Di wilayah dengan suhu ekstrem seperti Qatar, Bahrain, Arab Saudi, dan UEA, peningkatan kasus kanker payudara per derajat pemanasan sangat mencolok, 560 kasus per 100.000 perempuan di Qatar, dibandingkan 330 di Bahrain. Kanker ovarium menunjukkan peningkatan tertajam, sementara kanker serviks mengalami kenaikan yang lebih rendah namun tetap signifikan.
Temuan ini memperkuat urgensi membangun sistem kesehatan yang adaptif terhadap iklim dan memperluas akses terhadap skrining kanker bagi perempuan.
“Tanpa mengatasi kerentanan mendasar ini, beban kanker yang terkait dengan perubahan iklim akan terus bertambah,” tegas Chun.
Studi ini menjadi pengingat penting bahwa krisis iklim bukan hanya persoalan lingkungan hidup, melainkan juga tantangan keadilan kesehatan global yang menuntut aksi kolaboratif dan lintas sektor.