Mobil Listrik Rp966 Juta untuk Pejabat, Komitmen Hijau atau Pemborosan?

Jakarta, sustainlifetoday.com — Pemerintah Indonesia lewat Kementerian Keuangan menetapkan anggaran hingga Rp966 juta per unit untuk pengadaan mobil listrik bagi pejabat eselon I, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 49 Tahun 2023. Langkah ini bertujuan mendukung transisi energi bersih dan mengurangi emisi karbon di sektor transportasi.
Namun, kebijakan ini menuai kritik dari berbagai pihak. Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, menilai bahwa alokasi anggaran sebesar itu kurang tepat sasaran dan hanya akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa memberikan dampak signifikan terhadap pengurangan emisi karbon.
“Anggaran subsidi yang akan dikeluarkan cukup besar nah kemudian yang diberikan itu tadi yangx pertama PNS atau pejabat pemerintahan pusat dan pemerintah daerah dan kalau kemudian ditambah nanti untuk konsumen perorangan maka menurut saya itu kurang tepat sasaran dan hanya menghabiskan APBN saya kira itu kurang tepat,” ujarnya seperti dilansir MNC Portal Indonesia, Selasa (3/6).
Banyak netizen yang juga mempertanyakan urgensi dan prioritas penggunaan anggaran negara dalam konteks ini. Seorang pengguna Twitter dengan akun @mazzini**** mengungkapkan keheranannya terhadap pengadaan mobil listrik untuk ASN, mempertanyakan urgensi dan besarnya anggaran yang dialokasikan. Cuitannya mendapat respons luas, dengan lebih dari 3.000 likes dan 1.200 retweet
“Masih gak ngangkap urgensi pengadaan dengan nominal segede tuh buat apa @KemenkeuRI? 960 jt untuk pejabat Eselon 1 dan 740 jt untuk Eselon 2. Biaya pemeliharaan lain lagi, yakni 11 juta untuk Eselon 1 dan 10 juta untuk Eselon 2 per-unit, per-tahun,” cuit @mazzini****.
Sementara itu, pengguna lain dengan akun @hadi***** mengkritik kebijakan tersebut dengan membandingkannya dengan nasib petani yang kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah.
“Biarkan semua PNS dibelikan mobil listrik tapi ingat semua PNS perlu makan, tetapi petani indonesia tdk disentuh pemerintan malah subsidi pupuk dikurangi, kelak petani malas tanam padi, makan tuh hai pns mobil listrik biar tdk kelaparan,” cuit @hadi*****.
Baca Juga:
- Obligasi Hijau Capai Rp36 Triliun, OJK: Kesadaran ESG Terus Tumbuh
- Krisis Iklim Ancam Keberlangsungan Ribuan Spesies Amfibi di Dunia
- Pandemi COVID-19 Bisa Terjadi Lagi Akibat Krisis Iklim?
Menanggapi kritik tersebut, Kementerian Keuangan menjelaskan bahwa angka Rp966 juta adalah batas atas pengadaan, bukan harga tetap. Penetapan ini didasarkan pada harga pasar kendaraan listrik yang saat ini masih lebih tinggi dibandingkan kendaraan konvensional. Kebijakan ini juga sejalan dengan Instruksi Presiden No. 7 Tahun 2022 tentang penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) sebagai kendaraan dinas instansi pemerintah.
“Itu adalah harga tertinggi yang tidak boleh dilampaui baik pada saat perencanaan maupun pelaksanaan,” kata Amnu Fuady, Kasubdit Standar Biaya Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) Kemenkeu.
Sebagai perbandingan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melakukan efisiensi anggaran dengan mengganti kendaraan dinas dari mobil listrik ke hybrid, yang dinilai lebih ekonomis. Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan bahwa langkah ini dapat menghemat biaya hingga 66 persen.
Dalam konteks efisiensi anggaran dan kondisi perekonomian Indonesia saat ini, pengadaan mobil listrik untuk pejabat eselon I perlu dievaluasi kembali. Meskipun mendukung transisi energi bersih, kebijakan ini harus mempertimbangkan prioritas pengeluaran negara dan dampak langsung kepada masyarakat.
Untuk mencapai tujuan pengurangan emisi karbon secara efektif, investasi dalam transportasi publik yang ramah lingkungan dan terjangkau bagi masyarakat luas dapat menjadi alternatif yang lebih tepat. Langkah ini tidak hanya mendukung komitmen lingkungan, tetapi juga memberikan manfaat langsung kepada masyarakat dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Dengan demikian, pemerintah perlu menyeimbangkan antara komitmen terhadap lingkungan dan efisiensi anggaran, memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil memberikan manfaat maksimal bagi negara dan masyarakat.