Kekerasan Terhadap Perempuan Naik di Pemilu 2024

Jakarta, sustainlifetoday.com – Pemilu 2024 membuka lebih banyak peluang bagi perempuan untuk terlibat dalam politik. Namun, riset terbaru dari Women Research Institute (WRI) justru menemukan peningkatan signifikan dalam kasus kekerasan terhadap perempuan di ranah politik.
Dalam riset bertajuk “Kekerasan terhadap Perempuan dalam Pemilu 2024”, sebanyak 82 persen responden menyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan meningkat dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya.
“Sebanyak 82 persen dari total subjek (penelitian) menyebut ada peningkatan intensitas kekerasan dibanding Pemilu sebelumnya. Ada indikasi upaya pencegahan dan perlindungan tapi belum efektif,” kata Direktur Eksekutif WRI, Sita Aripurnami di JS Luwansa Hotel, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (26/2).
Kekerasan yang Tidak Dilaporkan
Riset ini melibatkan 270 subjek penelitian yang terdiri dari politisi perempuan dan laki-laki, kelompok aktif di politik, serta pemilih. Salah satu temuan penting adalah sebanyak 69 persen korban kekerasan memilih untuk tidak melaporkan kejadian yang mereka alami karena merasa laporan mereka tidak akan ditindaklanjuti.
Baca Juga:
- Sampah Makanan Selalu Melonjak saat Ramadhan, Bagaimana Mengatasinya?
- Resmi! Ini Jadwal Cuti Bersama Lebaran 2025
- Ingin Puasa Penuh Makna? Green Ramadhan Solusinya
WRI juga mengidentifikasi lima bentuk utama kekerasan yang dialami perempuan di politik, yakni:
- Kekerasan seksual (52 persen)
- Kekerasan verbal (51 persen)
- Kekerasan digital (45 persen)
- Kekerasan ekonomi (42 persen)
- Kekerasan struktural (38 persen)
Kekerasan ekonomi berkaitan dengan sulitnya akses pendanaan kampanye, sementara kekerasan struktural terjadi dalam bentuk penempatan perempuan di nomor urut bawah dalam daftar calon legislatif.
Kekerasan Digital Meningkat
Dari wawancara mendalam, WRI menemukan bahwa kekerasan digital semakin banyak terjadi. Salah satu korban, Lisa (bukan nama sebenarnya), mengungkapkan bahwa suaranya pernah direkayasa dan diunggah oleh pihak tidak bertanggung jawab untuk menuduh KPU menerima suap.
“Ada lagi, yang dia fotonya bersama suami disebarkan disertai tulisan ‘Jangan milih caleg yang bersuamikan China’. Contoh seperti ini banyak sekali kami dengar,” ujar Sita.
Dampak Besar bagi Perempuan di Politik
Kekerasan dalam politik berdampak signifikan terhadap keterlibatan perempuan. Sebanyak 37 persen responden mengaku mengalami dampak negatif yang mempengaruhi performa mereka. Dampak tersebut meliputi:
- Trauma psikologis dan hilangnya rasa percaya diri
- Minimnya keberagaman suara di parlemen
- Menurunnya minat perempuan untuk terlibat dalam politik
- Lingkungan politik yang semakin eksklusif dan penuh kekerasan
Saat ini, keterwakilan perempuan di DPR RI berada di angka 22,07 persen, naik dari periode sebelumnya sebesar 20,5 persen. Namun, peningkatan ini masih belum cukup untuk memastikan lingkungan politik yang lebih aman bagi perempuan.
Rekomendasi WRI untuk Perubahan
Menindaklanjuti temuan ini, WRI merekomendasikan beberapa langkah, termasuk:
- Pembentukan unit khusus untuk menangani pelaporan kasus kekerasan di partai politik
- Reformasi kebijakan pembiayaan kampanye
- Peningkatan keterwakilan perempuan di posisi strategis
- Pendidikan politik bagi kader perempuan
“Perubahan atau perbaikan dari situasi ini merupakan kerjasama dari pemangku kepentingan agar terjadi perubahan yang transformatif sehingga tercapai situasi yang berkeadilan,” tegas Sita.