Studi: Padi Lebih Tahan Iklim daripada Kedelai dan Gandum

Jakarta, sustainlifetoday.com – Penelitian terbaru yang dipublikasikan di Nature menunjukkan bahwa padi diproyeksikan menjadi tanaman pangan pokok dengan penurunan produksi global paling kecil di tengah krisis iklim. Di antara komoditas pangan utama seperti kedelai, gandum, dan sorgum, padi dinilai paling adaptif terhadap tekanan suhu ekstrem dan perubahan cuaca yang semakin tidak menentu.
Penelitian ini dipimpin oleh Andy Hultgren, asisten profesor di University of Illinois Urbana-Champaign, dan menggunakan pendekatan machine learning untuk memproyeksikan dampak iklim terhadap hasil panen global hingga akhir abad ini.
“Ini merupakan kombinasi antara karakteristik tanaman dan tindakan yang bisa dilakukan petani untuk mencegah dampak (perubahan iklim),” ujar Hultgren dilansir Bloomberg, Kamis (19/6).
Padi terbukti lebih tahan terhadap suhu tinggi, khususnya di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara yang memiliki kelembapan tinggi. Berbeda dengan jagung dan sorgum yang rentan terhadap suhu siang dan malam yang ekstrem, beberapa varietas padi justru mampu bertahan atau bahkan diuntungkan dalam kondisi tersebut.
Baca Juga:
- Gunung Lewotobi Erupsi, Belasan Penerbangan Internasional dan Domestik Dibatalkan
- KLH Ungkap Pelanggaran Lingkungan di Kawasan IMIP Morowali
- MedcoEnergi Resmikan PLTS Bali Timur, Pasok Listrik Bersih untuk 42.000 Rumah
Meski demikian, efek iklim sangat bergantung pada varietas yang ditanam dan karakteristik mikroklimat lokal.
“Dalam kondisi yang sangat basah, suhu malam hari yang lebih tinggi dapat meningkatkan hasil panen, terutama di wilayah dengan infrastruktur dan pendapatan yang memadai,” jelas Hultgren.
Dalam skenario emisi karbon moderat, produksi padi global hanya diperkirakan turun sekitar 1% pada akhir abad ini. Sebagai perbandingan sorgum turun sekitar 6%, Gandum turun sekitar 14% dan kedelai bahkan anjlok hingga 22%.
Penelitian ini juga menjadi studi pertama yang memasukkan faktor adaptasi petani, termasuk pengaruh pertumbuhan ekonomi negara-negara penghasil pangan ke dalam simulasi proyeksi iklim.
Tanpa intervensi, hasil panen global bisa turun sekitar 10% pada 2050. Namun dengan adaptasi dan pertumbuhan ekonomi, penurunan ini bisa ditekan hingga 8%, bahkan menjadi 24% (dari proyeksi awal 37%) pada tahun 2098.
Studi ini menegaskan bahwa perubahan iklim tetap menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan dunia. Namun, dengan strategi adaptasi berbasis ilmu pengetahuan dan dukungan ekonomi yang tepat, dampak negatifnya bisa ditekan secara signifikan.