Sertifikat Tanah Elektronik Resmi Berlaku, Ini Bedanya dengan yang Konvensional

Jakarta, sustainlifetoday.com – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) resmi menerapkan sertifikat tanah elektronik (Sertipikat-el) sebagai bagian dari modernisasi layanan pertanahan nasional. Inovasi ini menghadirkan sejumlah perbedaan signifikan dibanding sertifikat fisik konvensional yang selama ini digunakan masyarakat.
Sertipikat-el diterbitkan melalui pendaftaran tanah pertama maupun penggantian sukarela dari sertifikat analog ke digital, sebagaimana diatur dalam Permen ATR/Kepala BPN No. 1 Tahun 2021. Sertifikat digital ini dinyatakan sah secara hukum, tersimpan aman dalam sistem berbasis aplikasi Sentuh Tanahku, dan hanya bisa diakses oleh pemegang hak.
Perbedaan Format dan Aksesibilitas
Jika sebelumnya sertifikat tanah dicetak dalam bentuk buku bersampul hijau, kini Sertipikat-el tersedia sebagai satu lembar dokumen bolak-balik yang dicetak pada kertas khusus (secure paper). Berbeda dari versi fisik, versi digital dapat dicetak ulang mandiri melalui aplikasi resmi jika hilang atau rusak, tanpa perlu mengurus ulang ke kantor pertanahan.
Untuk mengaksesnya, pemilik harus memiliki akun resmi di aplikasi Sentuh Tanahku. Sertipikat-el juga dilengkapi QR code sebagai pengaman tambahan untuk verifikasi keaslian dan status dokumen secara real-time, sehingga meminimalisir risiko pemalsuan.
Baca Juga:
- Gunung Lewotobi Erupsi, Belasan Penerbangan Internasional dan Domestik Dibatalkan
- Pergerakan Tanah dan Risiko Ekologis di Sekitar Tol Cipularang
- Dedi Mulyadi Bahas Isu Lingkungan Jawa Barat dan Jakarta Bersama Menteri LH
Perubahan data seperti balik nama atau pemecahan lahan akan langsung menghasilkan edisi baru sertifikat, sehingga menghilangkan risiko sertifikat ganda. Semua riwayat perubahan dicatat sistematis dalam basis data digital nasional. Legalitas sertipikat pun kini menggunakan tanda tangan elektronik yang disertifikasi oleh Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE), menggantikan tanda tangan manual sebelumnya.
Sertifikat Lama Masih Berlaku, Tapi Disarankan Migrasi
Meski digitalisasi digencarkan, ATR/BPN menegaskan bahwa sertifikat fisik lama tetap sah dan tidak akan ditarik, selama tidak ada permintaan pemutakhiran data. Namun, bagi masyarakat yang memiliki sertifikat terbitan 1961–1997, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menyarankan untuk segera melakukan konversi. Hal ini karena banyak dari sertifikat lama tersebut belum dilengkapi peta kadastral, yang dapat memicu sengketa lahan.
“Aset kamu tidak akan diambil oleh negara!! Hati-hati ya terhadap informasi yang tidak valid. Sertipikat lama atau sertipikat analog masih berlaku dan tidak akan ditarik,” tulis akun Instagram @kementerian.atrbpn.
Pemilik tanah yang ingin beralih ke Sertipikat-el dapat mengurusnya langsung di Kantor Pertanahan dengan membawa sertifikat fisik, mengisi formulir, serta melampirkan identitas resmi. Setelah verifikasi dan pembayaran biaya administrasi, pemohon akan menerima salinan resmi Sertipikat-el serta akses ke dokumen digitalnya melalui aplikasi.
Digitalisasi ini diharapkan mampu menciptakan tata kelola pertanahan yang lebih efisien, aman, dan transparan di seluruh Indonesia, serta mendukung transformasi menuju ekosistem layanan publik berbasis teknologi.