Pengamat: PT GAG Jadi Kerikil dalam Sepatu Prabowo

Jakarta, sustainlifetoday.com – Keputusan Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) empat perusahaan tambang di pulau-pulau kecil Raja Ampat sempat mendapat apresiasi luas. Langkah tegas tersebut dinilai sebagai bentuk komitmen terhadap perlindungan lingkungan dan penguatan tata kelola sumber daya alam. Namun, munculnya nama PT GAG Nikel, anak usaha BUMN PT Aneka Pertambangan Tbk (Antam) yang justru tidak terkena pencabutan izin, memunculkan tanda tanya dan kritik.
Empat perusahaan yang dicabut izinnya adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining. Pemerintah beralasan pencabutan dilakukan karena perusahaan-perusahaan tersebut tidak memiliki dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan terbukti melanggar kaidah lingkungan hidup. Sementara PT GAG tetap diperbolehkan beroperasi karena telah mengantongi Amdal dan dinilai memenuhi ketentuan lingkungan.
Namun, menurut pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, keberadaan PT GAG di Pulau GAG justru melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. UU tersebut mendefinisikan pulau kecil sebagai pulau dengan luas kurang dari atau sama dengan 2.000 km². Pulau GAG sendiri hanya seluas 60 km² atau 6.000 hektare, jelas masuk dalam kategori pulau kecil.
Baca Juga:
- Mei 2025 Tercatat Sebagai Bulan Terpanas Kedua dalam Sejarah
- Pendanaan Iklim Berbasis Hasil Dinilai Efektif Capai Target FOLU Net Sink 2030
- Populasi Penguin Emperor di Antartika Turun 22 Persen akibat Krisis Iklim
“Tidak dicabutnya izin PT GAG yang telah melanggar UU akan menjadi batu kerikil dalam sepatu Prabowo,” tegas Fahmy. Ia mengingatkan, ketidaktegasan terhadap PT GAG dapat mempersulit langkah Presiden Prabowo ke depan jika ingin menertibkan 53 perusahaan tambang lainnya yang beroperasi di pulau kecil. Situasi ini bisa dianggap diskriminatif dan merusak kredibilitas kebijakan lingkungan pemerintah.
Fahmy juga menekankan bahwa seluruh wilayah Raja Ampat, sebagai destinasi wisata kelas dunia dan kawasan konservasi penting, seharusnya bebas dari aktivitas pertambangan. Ia menyerukan agar pemerintah meninjau ulang keputusan mempertahankan izin PT GAG, demi keberlanjutan ekosistem dan integritas kebijakan di masa mendatang.
“Kalau tambang di pulau-pulau kecil tidak segera ditertibkan, hal ini berpotensi menenggelamkan pulau-pulau kecil tersebut,” tutup Fahmy.