Mei 2025 Tercatat Sebagai Bulan Terpanas Kedua dalam Sejarah

Jakarta, Sustainlifetoday.com – Mei 2025 tercatat sebagai bulan terpanas kedua dalam sejarah, menurut laporan terbaru dari Layanan Perubahan Iklim Copernicus (Copernicus Climate Change Service/C3S), lembaga di bawah Uni Eropa. Peringkat suhu ini hanya berada di bawah rekor Mei 2024, memperkuat tren pemanasan global yang terus meningkat akibat krisis iklim.
Dalam buletin bulanannya, C3S mencatat suhu rata-rata permukaan Bumi pada Mei 2025 berada 1,4 derajat Celsius lebih tinggi dari tingkat pra-industri (1850–1900). Periode Maret hingga Mei 2025 juga menjadi musim semi terpanas kedua di belahan bumi utara.
“Meski hal ini mungkin memberi jeda singkat bagi planet ini, kami memperkirakan ambang 1,5 derajat Celsius akan kembali terlampaui dalam waktu dekat akibat pemanasan sistem iklim yang terus berlanjut,” ujar Direktur C3S Carlo Buontempo, dikutip dari Reuters, Rabu (11/6).
C3S mencatat bahwa 21 dari 22 bulan terakhir telah mencatatkan suhu rata-rata global yang melampaui ambang batas 1,5°C di atas tingkat pra-industri—batas yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris untuk menghindari dampak terburuk dari perubahan iklim.
Baca Juga:
- Kemenkeu: Indonesia Butuh Rp14.000 Triliun untuk Danai Aksi Iklim dan SDGs
- Muhammadiyah Soroti Dampak Tambang Nikel Raja Ampat, Desak Penghentian Izin
- Kemenko Perekonomian: Sektor Tambang Krusial Dukung Transisi Energi Hijau
Di saat yang sama, gelombang panas ekstrem melanda Greenland dan Islandia, dengan suhu tercatat hingga 3°C lebih panas dari kondisi tanpa pengaruh pemanasan global, menurut studi dari World Weather Attribution. Studi itu menyebut perubahan iklim akibat aktivitas manusia menjadi faktor utama pencairan lapisan es dalam skala besar.
“Bahkan negara-negara dengan iklim dingin kini mengalami suhu yang belum pernah terjadi sebelumnya,” ujar Sarah Kew, peneliti di Institut Meteorologi Kerajaan Belanda dan salah satu penulis studi tersebut.
Meningkatnya suhu global disebabkan oleh emisi gas rumah kaca dari pembakaran bahan bakar fosil. Tahun 2024 sebelumnya juga memecahkan rekor sebagai tahun terpanas sepanjang sejarah pencatatan suhu global yang dimulai sejak 1850.
Para ilmuwan mendesak pemerintah di seluruh dunia untuk mempercepat pengurangan emisi karbon demi membatasi dampak kenaikan suhu, mencairnya es kutub, dan munculnya fenomena cuaca ekstrem yang lebih parah.