Muhammadiyah Soroti Dampak Tambang Nikel Raja Ampat, Desak Penghentian Izin

Jakarta, sustainlifetoday.com — Majelis Lingkungan Hidup (MLH) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyatakan keprihatinan mendalam atas aktivitas pertambangan nikel yang berlangsung di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Aktivitas pertambangan ini dinilai mengancam kelestarian lingkungan dan keberlanjutan ekosistem di kawasan yang dikenal sebagai salah satu pusat biodiversitas laut dunia.
Sekretaris MLH PP Muhammadiyah, Djihadul Mubarok menyebut eksploitasi nikel di kawasan tersebut sebagai bentuk pengabaian terhadap prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
Ia menilai bahwa pertambangan di Raja Ampat bertentangan dengan semangat pelestarian lingkungan dan merusak aset ekologis serta pariwisata kelas dunia.
“Raja Ampat bukan sekadar wilayah geografis, tetapi aset ekologis dan pariwisata kelas dunia yang tidak tergantikan,” ujar Djihadul dalam pernyataannya dilansir Senin (8/6).
MLH menilai bahwa aktivitas tambang nikel di pesisir dan pulau-pulau kecil Raja Ampat berpotensi merusak terumbu karang, kawasan konservasi, serta mengganggu keberlangsungan hidup masyarakat adat yang bergantung pada keseimbangan ekosistem laut.
Baca Juga:
- Ini Daftar Perusahaan Tambang yang Rusak Lingkungan Raja Ampat
- Cegah Pemborosan, Ini Tips Simpan Daging Kurban Agar Tetap Awet
- Raja Ampat, Rumah 75% Karang Dunia yang Kini Terancam Tambang Nikel
“Aktivitas pertambangan di kawasan ini mencederai nilai-nilai pelestarian lingkungan dan menimbulkan risiko besar bagi masa depan ekosistem pesisir dan laut,” ujar Djihadul.
Djihadul juga menekankan bahwa pengembangan sektor pariwisata yang berbasis pelestarian lingkungan jauh lebih menjanjikan dan berkelanjutan dibandingkan pertambangan yang bersifat eksploitatif.
Ia meminta pemerintah pusat dan daerah untuk segera mengevaluasi seluruh izin pertambangan yang berada di kawasan konservasi dan destinasi wisata unggulan, termasuk di Raja Ampat.
Lebih lanjut, MLH PP Muhammadiyah menyerukan kolaborasi masyarakat sipil, akademisi, dan tokoh agama untuk menjaga kelestarian lingkungan serta menolak model pembangunan yang merusak alam.
“Menjaga bumi adalah bagian dari amanat keimanan dan tanggung jawab moral terhadap generasi mendatang,” tegas Djihadul.