Orangutan Tapanuli Terancam Punah, BRIN Usulkan Bangun Koridor Satwa

Jakarta, Sustainlifetoday.com – Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebut populasi orangutan Tapanuli berada di ambang kepunahan akibat keterbatasan dan kerusakan habitat. Satu-satunya populasi yang tersisa saat ini hanya ditemukan di ekosistem Batang Toru, Sumatra Utara, dengan luas sekitar 138.435 hektare.
“Artinya, jika kawasan itu rusak maka orangutan tersebut akan punah,” ujar Peneliti dari Pusat Riset Zoologi Terapan BRIN, Wanda Kuswanda dikutip laman resmi BRIN, Kamis (12/6).
Catatan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut bahwa kehilangan tutupan hutan periode 2022–2023 masih tinggi, mencapai sekitar 121.000 hektare, terutama di luar kawasan hutan. Fenomena ini berdampak langsung pada menurunnya daya dukung habitat satwa liar.
Baca Juga:
- India Akan Batasi Suhu Minimum AC Demi Hemat Energi dan Kurangi Emisi
- Pemerintah Ajak Pemuka Agama Terlibat Aktif Jaga Hutan Tropis
- Prabowo Targetkan Masalah Sampah Bisa Tuntas di 2029
Wanda menjelaskan, perubahan tutupan hutan memicu fragmentasi habitat, keterisolasian, berkurangnya pakan, hingga meningkatnya konflik antara satwa dan manusia. Ia menekankan pentingnya pembangunan koridor satwa liar sebagai solusi mendesak.
“Koridor satwa adalah jalur vegetasi alami atau buatan yang memungkinkan pergerakan dan pertukaran genetik antar populasi,” jelasnya.
Koridor ini dinilai penting untuk mencegah inbreeding, menjaga migrasi satwa, menghubungkan habitat yang terfragmentasi, hingga meningkatkan ketahanan ekosistem. Apalagi, setelah amandemen UU No. 5 Tahun 1990 menjadi UU No. 23 Tahun 2024, koridor satwa resmi diakui sebagai bagian dari area konservasi.
Riset BRIN didukung oleh Balai Besar KSDAE Sumatera Utara, Yayasan Ekosistem Lestari, dan Yayasan Konservasi Indonesia. Hasil riset tersebut merekomendasikan beberapa strategi, termasuk desain ulang area koridor, pembangunan koridor buatan (melintasi jalan dan sungai), hingga pemulihan area koridor yang terdegradasi.
Wanda juga mendorong skema kompensasi nontunai untuk masyarakat yang mengalihfungsikan lahannya demi mendukung konservasi orangutan Tapanuli.
Penelitian ini telah menjadi dasar bagi lahirnya kebijakan konservasi di daerah, seperti Peraturan Bupati Tapanuli Selatan tentang pengembangan koridor orangutan.
“Semoga hasil riset lanjutan di tahun 2025 ini juga bisa mendorong lahirnya peraturan baru yang lebih kuat mendukung konservasi orangutan,” pungkas Wanda.