Kemendagri: Pulau Sengketa Trenggalek–Tulungagung Masuk Wilayah Jatim

Jakarta, sustainlifetoday.com – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menetapkan 16 pulau yang menjadi sengketa antara Kabupaten Trenggalek dan Tulungagung sebagai bagian dari wilayah administratif Provinsi Jawa Timur. Keputusan ini bersifat sementara, menunggu hasil rapat lanjutan bersama pemerintah daerah terkait.
“Untuk sementara masuk dalam cakupan wilayah administratif Provinsi Jawa Timur. Jadi tidak masuk Trenggalek, tidak masuk Tulungagung,” ujar Sekjen Kemendagri, Tomsi Tohir, dalam konferensi pers, Selasa (24/6).
Rapat lanjutan dijadwalkan awal Juli mendatang dan akan melibatkan Gubernur Jawa Timur, Ketua DPRD Jatim, Bupati Trenggalek, dan Bupati Tulungagung guna mencari titik temu dalam penetapan wilayah yang tepat.
Awalnya, jumlah pulau yang disengketakan tercatat 13, namun hasil telaah terbaru menemukan tiga pulau tambahan yang juga mengalami klaim ganda oleh dua kabupaten tersebut. Total kini menjadi 16 pulau yang diproses penataan administratifnya.
Baca Juga:
- BTN Gandeng PBB Implementasikan Rumah Rendah Emisi
- Tegaskan Transformasi Menuju Keberlanjutan, Bank DKI Rebranding Jadi Bank Jakarta
- Ketegangan Israel-Iran Picu Resesi Sosial dan Ekologis Baru
“Setelah kita telaah bersama, terdapat kesamaan klaim antara Tulungagung dan Trenggalek. Maka kita tata keseluruhan 16 pulau tersebut,” jelas Tomsi.
Adapun daftar pulau yang disengketakan antara lain Pulau Anak Tamengan, Pulau Anakan, Pulau Boyolangu, Pulau Jewuwur, Pulau Karangpegat, Pulau Solimo (beserta variasinya: Kulon, Lor, Tengah, Wetan), Pulau Sruwi, Pulau Sruwicil, dan Pulau Tamengan.
Isu ini mencuat ke publik bersamaan dengan sengketa empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara yang terjadi sebelumnya, memperlihatkan pentingnya penataan batas wilayah yang akurat dan adil dalam sistem otonomi daerah Indonesia.
Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setdaprov Jatim, Lilik Pudjiastuti, menyebut persoalan ini sejatinya sudah berlangsung sejak beberapa tahun silam, namun baru kembali mencuat setelah adanya atensi publik terhadap persoalan serupa di wilayah lain.
Penanganan yang cermat terhadap kasus ini dinilai penting demi menghindari potensi konflik kewenangan, sengketa sumber daya, dan ketimpangan pembangunan antarwilayah di masa depan.