Habitat Tergerus, 500 Jenis Burung Dunia Terancam Punah Dalam 100 Tahun

Jakarta, sustainlifetoday.com – Lebih dari 500 spesies burung di seluruh dunia diperkirakan bisa punah dalam 100 tahun ke depan akibat perubahan iklim dan rusaknya habitat alami. Hal ini terungkap dalam studi terbaru yang menganalisis hampir 10.000 spesies burung menggunakan data dari IUCN Red List.
Penelitian tersebut memperingatkan bahwa bahkan jika semua tekanan manusia berhasil dihilangkan sekalipun, sekitar 250 spesies burung masih tetap berada di ambang kepunahan. Ancaman terbesar datang dari degradasi habitat dan pemanasan global, yang berdampak signifikan terhadap keberlangsungan spesies, terutama yang memiliki karakteristik fisik dan perilaku tertentu.
“Banyak burung sudah berada dalam kondisi sangat terancam, sehingga mengurangi gangguan manusia saja tidak cukup,” kata Kerry Stewart dari University of Reading, dikutip dari Daily Mail, Jumat (27/6).
Ia menambahkan bahwa upaya konservasi aktif seperti penangkaran dan restorasi habitat menjadi krusial.
Sejumlah spesies terancam termasuk Atlantic puffin, burung laut bermuka badut yang menghuni pesisir Inggris; great bustard, burung terbang terberat di dunia yang sempat punah secara lokal di Inggris; hingga Balearic shearwater yang populasinya tinggal sekitar 5.800 ekor. Beberapa spesies migran seperti sociable lapwing dan yellow-breasted bunting juga masuk kategori sangat terancam.
Baca Juga:
- SustainLife Today Luncurkan Majalah Edisi Perdana Q1-2025
- AI Mampu Kurangi Dampak Bencana Alam Hingga USD 70 Miliar Per Tahun
- Studi Ungkap 377 Ribu Warga Gaza Hilang Akibat Agresi Militer Israel
Dari kawasan tropis hingga subtropis, spesies eksotis seperti bare-necked umbrellabird dari Kosta Rika, imperial woodpecker dari Meksiko, dan yellow-bellied sunbird-asity dari Madagaskar berada dalam daftar merah konservasi. Beberapa di antaranya bahkan diduga sudah punah di alam liar.
Menurut laporan tersebut, burung dengan tubuh besar lebih rentan terhadap perburuan dan tekanan lingkungan, sementara spesies dengan sayap lebar lebih terdampak oleh fragmentasi habitat.
Profesor Manuela Gonzalez-Suarez yang terlibat dalam studi menekankan pentingnya menyelamatkan spesies unik sebagai bagian dari menjaga keseimbangan ekosistem.
“Menyelamatkan hanya 100 spesies burung paling unik saja dapat melestarikan hingga 68 persen keragaman bentuk tubuh burung di dunia,” ujarnya.
Langkah-langkah konservasi yang disarankan meliputi pemulihan habitat alami, pengurangan perburuan dan ancaman tidak langsung akibat aktivitas manusia, serta pembentukan pusat penangkaran untuk spesies yang populasinya telah menurun drastis.
Sementara itu, hasil pengamatan Big Garden Birdwatch dari RSPB menunjukkan adanya pergeseran komposisi burung taman di Inggris. Populasi starling, misalnya, turun hingga 85 persen sejak 1979, sementara jumlah woodpigeon justru meningkat tajam hingga 1.160 persen.
Kondisi ini menjadi cerminan penting bagi negara tropis seperti Indonesia, yang juga memiliki keanekaragaman burung yang tinggi namun menghadapi tekanan serupa akibat deforestasi, perubahan lahan, dan krisis iklim. Tanpa upaya restorasi ekosistem yang masif dan terintegrasi, ancaman kepunahan dapat merusak struktur ekologi yang menopang kehidupan manusia dan keanekaragaman hayati.