AI Mampu Kurangi Dampak Bencana Alam Hingga USD 70 Miliar Per Tahun

Jakarta, sustainlifetoday.com – Ketahanan infrastruktur terhadap bencana alam kini tak lagi hanya mengandalkan rekayasa teknik atau sistem peringatan dini konvensional. Laporan terbaru dari Deloitte Center for Sustainable Progress menyebut bahwa teknologi kecerdasan buatan (AI) berpotensi memainkan peran penting dalam memperkuat infrastruktur menghadapi krisis iklim.
Dalam laporan bertajuk AI for Infrastructure Resilience yang dirilis Juni 2025, Deloitte memperkirakan penerapan AI dapat mengurangi kerugian global akibat bencana alam hingga USD 70 miliar per tahun pada 2050. Padahal, tanpa intervensi teknologi, kerugian tahunan akibat badai, banjir, dan cuaca ekstrem lainnya diproyeksikan melonjak hingga USD 460–500 miliar per tahun.
“Ketahanan infrastruktur berbasis AI dapat mentransformasi cara para pemimpin melindungi komunitas mereka dari risiko cuaca ekstrem yang terus meningkat,” ujar Jennifer Steinmann, Deloitte Global Sustainability Business Leader dalam keterangan resminya dilansir Kamis (26/6).
AI dinilai mampu diterapkan dalam seluruh siklus hidup infrastruktur: dari tahap perencanaan dan pembangunan, hingga respons darurat dan pemulihan pascabencana. Teknologi ini dapat membantu mengidentifikasi risiko lebih awal, mempercepat waktu tanggap darurat, dan mengurangi kerusakan serta limbah material yang seringkali timbul pascakejadian.
Baca Juga:
- SustainLife Today Luncurkan Majalah Edisi Perdana Q1-2025
- Selandia Baru Kembali Jadi Negara dengan Keseimbangan Hidup Terbaik Dunia
- Studi: Larangan Kantong Plastik Sukses Kurangi Sampah di Pantai dan Sungai
Sebagai contoh, Deloitte mengembangkan alat inspeksi berbasis AI bernama OptoAI yang mampu mempercepat proses perbaikan atap hingga 50% dan mengurangi penggunaan material secara berlebih antara 15–30%.
Selain itu, sistem peringatan dini berbasis AI telah terbukti efektif menurunkan kerugian akibat bencana seperti kebakaran hutan dan banjir yang kini semakin sering terjadi di berbagai belahan dunia.
Namun, jalan menuju transformasi ini tidak mudah. Deloitte menyoroti sejumlah tantangan besar yang masih dihadapi, mulai dari keterbatasan sistem lama (legacy system), kesenjangan regulasi, hingga pembiayaan yang terbatas—terutama di negara berkembang.
Oleh karena itu, Deloitte menyerukan kolaborasi lintas sektor, termasuk pemerintah, pemilik infrastruktur, perusahaan teknologi, sektor keuangan, dan penyedia asuransi untuk mempercepat integrasi solusi berbasis AI dalam strategi pembangunan infrastruktur berkelanjutan.
Costi Perricos, Deloitte Global GenAI Business Leader, bahkan menyatakan bahwa dengan adopsi AI yang lebih luas dan dukungan sistemik, potensi penghematan dari kerugian akibat bencana bisa meningkat hingga USD 115 miliar per tahun pada 2050.
“Kolaborasi global untuk menciptakan standar bersama, mendukung pembaruan sistem, serta mendorong inovasi berkelanjutan menjadi kunci untuk menciptakan masa depan yang lebih tangguh,” tegas Perricos.