Respon Tarif Tinggi Trump, Indonesia Tawarkan Ekosistem Mineral Kritis ke AS

Jakarta, sustainlifetoday.com — Dalam upaya meredam dampak kebijakan tarif tinggi dari Amerika Serikat sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global energi bersih, pemerintah Indonesia menawarkan mineral kritis serta kerja sama investasi kepada AS.
“Indonesia menawarkan ke AS, critical mineral, untuk AS bersama Danantara melakukan investasi di dalam ekosistem critical mineral,” jelas Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Konferensi Pers Deregulasi di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Senin (30/6).
Langkah ini tidak hanya dimaksudkan sebagai respon atas tarif impor tinggi yang dikenakan oleh Presiden Donald Trump, namun juga merupakan strategi Indonesia untuk memposisikan diri sebagai pemain kunci dalam ekosistem transisi energi global.
“Dan Indonesia sendiri sudah mengatakan kebutuhan untuk energi dan agrikultur itu sebagian juga akan diambil (impor) dari AS,” tegasnya.
Baca Juga:
- SustainLife Today Luncurkan Majalah Edisi Perdana Q1-2025
- AI Mampu Kurangi Dampak Bencana Alam Hingga USD 70 Miliar Per Tahun
- Hasil Autopsi: Pendaki Brasil yang Tewas di Rinjani Bukan karena Kelaparan
Airlangga menjelaskan bahwa proyek yang ditawarkan bukanlah proyek baru, melainkan pengembangan dari proyek eksisting atau dikenal sebagai brownfield project. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia ingin mempercepat integrasi nilai tambah mineral dalam negeri dengan mitra strategis internasional.
“Karena ke depan critical mineral kan untuk industri ekosistem elektronik, industri peralatan militer, dan juga angkasa luar semuanya butuh cable. Semuanya butuh copper (tembaga), kita sudah punya copper catode, dan itu ada Amerika-nya di dalam (ekosistem tembaga),” jelas sang menko.
Selain tembaga, Indonesia juga menyoroti potensi nikel dalam ekosistem kendaraan listrik yang tengah berkembang.
“Nah, sekarang yang kita tawarkan untuk electric vehicle (EV) ecosystem. Nah, EV ecosystem itu terkait dengan nikel dan yang lain. Dan ini bagi Amerika ini cukup menarik, tawaran Indonesia ini cukup menarik,” klaim Airlangga.
Namun demikian, ia belum dapat membeberkan detail proyek yang ditawarkan, karena menyangkut kesepakatan kerahasiaan dengan pihak AS.
Indonesia sendiri saat ini tengah menghadapi tarif resiprokal sebesar 32 persen dari AS. Meski begitu, tarif tersebut masih ditangguhkan hingga 90 hari sejak 9 April 2025.
“Kalau Amerika menyatakan (deadline) 9 Juli (2025), tapi beda 8 (Juli 2025) sama 9 (Juli 2025) kan beda-beda tipis. Pemerintah sudah terus berkomunikasi, baik secara tertulis (maupun langsung). Jadi, kita sudah memberikan Indonesia punya second offer dan ini sudah diterima oleh AS. Kita sudah bicara juga dengan USTR, Secretary of Commerce, dan Secretary of Treasury,” bebernya.
“Jadi, tentu tim negosiasi Indonesia standby di Washington. Jadi, kalau ada perubahan, ada hal detail lagi yang masih memerlukan klarifikasi atau apa, kita bisa segera merespons,” tandas Airlangga.
Melalui pendekatan ini, Indonesia berharap dapat menjaga kestabilan hubungan dagang sekaligus memajukan ekosistem energi rendah karbon berbasis sumber daya dalam negeri secara inklusif dan berkelanjutan.